Ada satu kisah nyata yang menarik yang terjadi di Tiongkok yang dimuat dalam buku The Love of Life.
|
Sumber Gambar : https://assets.hmetro.com.my/images/articles/b83c7c8a-f270-4f60-8d8b-4de58c528a07.transformed.jpg |
Fan adalah nama seorang suami yang tahu persis bahwa istrinya menderita penyakit TBC yang tidak mudah untuk disembuhkan, tetapi dia menjaganya dengan lembut dan sepenuh hati.
“Apakah kamu merasa lebih baik hari ini?” tanya Fan berusaha menghibur isterinya.
“Terimakasih….atas…perhatianmu,” istrinya berkata sambil terengah-engah kesakitan.
Fan meminta dokter terbaik di Chingkou, Chen Shihying untuk mengobati istrinya. Dokter Chen memeriksa istrinya dengan hati-hati dan menyuruh Fan untuk menunggu.
“Ada satu cara untuk mengobatinya, sebab dia cukup parah,” kata dokter tersebut.
“Ambil seratus kepala burung pipit, dan buat mereka menjadi obat sesuai resep ini. Kemudian hari ketiga dan ketujuh makan otak burung pipit tersebut. Ini adalah rahasia turun-temurun dari nenek moyangku, dan tidak pernah gagal. Tetapi ingat, kamu harus mempunyai seratus burung pipit. Tidak boleh kekurangan satu pun.”
Fan ingin sekali menolong istrinya, sehingga ia langsung pergi membeli seratus burung pipit. Burung-burung itu berdesakan dalam satu sangkar yang besar. Mereka menciap-ciap dan berlompatan sangat memilukan, sebab tempatnya terlalu sempit bagi mereka untuk menikmati diri mereka sendiri. Bahkan mungkin mereka tahu kalau mereka akan dibunuh.
“Apa yang kau lakukan pada burung-burung tersebut?” tanya Nyonya Fan.
“Ini adalah resep special dokter Chen! Kita akan membuat mereka menjadi obat dan kamu akan segera sembuh,” suaminya dengan gembira menjawab.
“Tidak, jangan lakukan itu!” Nyonya Fan duduk di atas ranjangnya.
“Kamu tidak boleh mengambil seratus nyawa untuk menyelamatkan satu nyawa saya! Saya lebih baik mati daripada membiarkan kamu membunuh semua burung pipit itu untukku!”
Fan tidak tahu apa yang harus dia lakukan.
“Kamu benar-benar mencintai saya,” dia melanjutkan, “Lakukan sesuai permintaan saya. Buka sangkarnya dan lepaskan semua burung pipit itu pergi. Lalu jika saya mati, maka saya akan meninggal dengan tentram.”
Apa yang dapat Fan lakukan?
Fan membawa sangkar itu ke hutan kemudian ia membebaskan semua seratus burung pipit itu. Mereka terbang ke dalam semak-semak dan pohon-pohon dan bernyanyi serta berciap-ciap. Mereka terlihat amat senang karena bebas.
Dalam beberapa hari, Nyonya Fan dapat bangun dari ranjang lagi, walaupun dia tidak minum obat apa-apa. Teman-teman dan saudara-saudaranya berdatangan untuk memberinya selamat karena kesembuhannya yang cepat dan relatif singkat dari penyakit mengerikan itu. Semuanya sangat bahagi!
Tahun berikutnya, keluarga Fan memperoleh bayi laki-laki yang amat sehat dan lucu, tetapi yang agak aneh dan menambah kelucuannya adalah di setiap lengannya terdapat sebuah tanda lahir kecil berbentuk seperti burung pipit!
________________
Renungan :
Pelepasan makhluk hidup (Fang Shen) adalah merupakan tindakan nyata yang tumbuh dari benih Cinta Kasih kita kepada sesama makhluk hidup. Dengan menyelamatkan dan melepaskan makhluk tersebut ke alam bebas, yang didasari oleh pengharapan agar semua makhluk hidup berbahagia dan bebas dari penderitaan, sesungguhnya kita telah melakukan perbuatan yang sangat mulia dan sesuai dengan yang telah diajarkan oleh Para Buddha sepanjang zaman.
Dalam Kitab Suci Tipitaka, Anguttara Nikaya III: 203, Sang Buddha mengajarkan lima aturan moral (sila) yang dikenal dengan Pancasila Buddhis. Salah satu dari lima sila tersebut adalah bahwa seorang umat Buddha bertekad melatih diri menghindarkan diri dari “Pembunuhan Makhluk Hidup”.
Pembunuhan, apapun bentuk dan alasannya adalah merupakan perbuatan kejahatan, karena pembunuhan berarti mengakhiri kehidupan makhluk lain.
Jika kita sebagai manusia memiliki keinginan untuk hidup, serta tidak ingin kehidupan kita dirampas dan dipenjara oleh makhluk lain, demikian juga yang dirasakan dan diinginkan oleh makhluk lain. Hal ini adalah hukum alam kehidupan yang tidak dapat dipungkiri. Tetapi mungkin kita sering berusaha untuk mengingkarinya dengan lebih mengutamakan kepentingan diri kita sendiri dengan anggapan bahwa kepentingan kita jauh lebih diatas dan lebih berharga daripada kepentingan makhluk lain.
Ingatlah selalu Ajaran Sang Buddha yang terangkum dalam sebait syair indah yang berbunyi:
Sabba pappasa akaranam,
Kusala uppasampada,
Sacitta pariyodapanam,
Etam Buddhanam sasanam
Tidak melakukan segala bentuk kejahatan,
senantiasa mengembangkan kebajikan
dan membersihkan batin;
inilah Ajaran Para Buddha.