Friday, July 13, 2012
Surat untuk Adik
Hari ini, keluargaku mengadakan
doa peringatan setahun meninggalnya adikku, Erik. Mama memesan makanan kesukaan
Erik, es krim vanilla dan cake stroberi untuk suguhan tamu. Aku masih ingat
kali terakhir kami makan es krim bersama. Mama menyiapkan ruang tamu dengan air
mata terus bercucuran. Seperti biasa, Papa tak banyak bicara. Rasanya kesedihan
ini tak akan berakhir.
Aku masuk ke kamarku, menangis
diam-diam. Dan mencoba menulis surat untuk Erik, sesuai pesan terakhirnya,
“Kalau saya meninggal, jika perlu
sesuatu, tulis saja surat kepadaku. Ikatkan pada balon dan biarkan terbang.”
Kali ini, aku ingin menuliskan
semua kenangan sejak Erik lahir.
Erik, adikku tersayang
Sebelum kamu lahir, aku anak
satu-satunya di rumah. Apa pun yang kuinginkan, selalu aku dapatkan. Meskipun
senang, rasanya sepi juga di rumah sendirian. Karena itu, ketika Mama bilang,
aku akan segera punya adik, rasanya senang sekali. Kubayangkan adik kecilku
yang hebat. Wajahmu mungkin akan mirip aku. Kubayangkan, kita akan selalu
bersama. Makan bersama, bermain bersama dan jalan-jalan bersama.
Ketika kamu lahir, tak
puas-puasnya aku memandangimu. Memegang tanganmu yang mungil, membelai pipimu
yang halus lembut. Wajahmu mungil, lucu sekali.
Saat Mama membawamu pulang,
kupamerkan kamu kepada teman-temanku. Mereka senang melihatmu. Kadang, mereka
mencubitmu pelan pertanda sayang, tapi kamu diam saja. Dan kamu selalu diam tak
bergerak, setiap kali disentuh.
Ketika kamu berumur 5 bulan, Mama
dan Papa mulai risau. Sepertinya ada yang tidak beres denganmu. Sepertinya kamu
tak pernah bergerak dan tak berasa jika disentuh. Suara tangisanmu juga
terdengar aneh, hampir mirip bunyi anak kucing. Papa dan Mama lalu membawa
berobat ke banyak dokter. Penyakitmu baru ketahuan ketika diperiksa dokter
kedua belas. Katanya kamu menderita sindrom ‘tangisan kucing’.
Mama menanyakan seperti apa
penyakitmu. Kata dokter, kamu tak pernah akan bisa berjalan, tak akan bisa
bicara. Menurut dokter, 1 diantara 50.000 bayi mengalami kondisi ini dan
menderita kecacatan. Mama dan Papa kaget. Hatiku kesal, mengapa kamu harus
mengalami kejadian buruk seperti ini. Ketika sampai di rumah, Mama
menggendongmu sambil menangis. Aku memandangimu dan sedih, kamu tak akan bisa
seperti anak lainnya. Aku takut jadi omongan teman-teman, adikku cacat. Dan aku
melakukan sesuatu yang sama sekali tak terduga, ‘tidak mengakui kamu sebagai
adikku’. Papa dan Mama tidak tahu. Tapi aku keraskan hatiku, tak akan
menyayangimu. Hatiku makin keras ketika melihat Papa dan Mama memberikan banyak
perhatian dan kasih sayang kepadamu. Dengan berlalunya hari, rasa kesal berubah
menjadi rasa marah, dan lalu jadi benci.
Mama tak pernah menyerah. Mama
merasa harus berbuat sesuatu demi hidupmu. Setiap kali Mama meletakkan mainan
di dekatmu, kamu berguling, bukan merangkak seperti bayi lain. Mama tampak
sedih setiap kali mengambil mainan itu dan menyimpannya kembali. Mengikat
perutmu dengan busa sehingga kamu tidak berguling. Kamu meronta, menangis, dan
mengeluarkan suara seperti bunyi anak kucing. Tapi Mama tetap tidak menyerah.
Lalu suatu hari, kamu membantah
kata-kata para dokter. Kamu mulai merangkak. Melihat ini, Mama yakin, kamu akan
bisa jalan, ketika kamu masih merangkak pada umur 4 tahun, Mama meletakkan kamu
di rerumputan di pekarangan rumah. Dan kamu ditinggalkan di sana. Kadang, aku
melihat kamu dari jendela, tersenyum melihat kamu kelabakan karena tak senang
rumput mengenai kulitmu. Kamu akan merangkak ke jalan semen, tapi Mama
membawamu kembali ke rumput. Terus dan terus begitu setiap kali kamu merangkak
ke jalan semen. Sampai suatu hari, Mama melihat kamu menarik dirimu ke atas
begitu kakimu menyentuh rumput.
Mama tertawa dan menangis, lalu
berteriak memanggil Papa. Papa memelukmu dan menangis. Aku melihat semua ini
dari jendela kamarku.
Mama lalu mulai mengajarimu
bicara, membaca, dan menulis. Sejak itu, kadang aku melihatmu berjalan ke luar
rumah, membaui bunga-bunga, mengamati burung-burung, atau hanya senyum sendiri.
Aku mulai melihat indahnya dunia lewat matamu. Di saat itu aku sadar, kamu
adalah adikku, dan sekeras apa pun usahaku untuk membencimu, aku tak akan bisa
karena aku mulai sayang padamu.
Sejak itu, kita sering main
bersama. Aku membelikan mainan dan memberikan semua rasa sayangku kepadamu. Dan
kamu akan membalasnya dengan tersenyum dan memelukku.
Tapi aku merasa, sepertinya kami
tak akan pernah benar-benar bisa memilikimu. Pada ulang tahunmu yang ke-10,
kamu menderita sakit kepala parah. Diagnosis dokter, kamu menderita leukemia.
Mama menangis. Papa segera memeluknya. Aku ikut menangis. Di saat itu, aku
merasa makin sayang kepadamu. Aku ingin setiap saat bersamamu, tak ingin
berjauhan darimu.
Menurut dokter, satu-satunya
harapanmu untuk hidup adalah cangkok sumsum tulang belakang. Kamu jadi berita
karena mencari donor di seluruh negara. Ketika akhirnya ditemukan donor yang
cocok, kamu sudah terlalu lemah. Dokter memutuskan pengobatan dengan kemoterapi
dan radiasi.
Meskipun sangat menderita, kamu
tetap bersemangat dan gembira. Sebulan sebelum meninggal, kamu menyuruh aku
membuatkan daftar tentang hal-hal yang ingin kamu lakukan jika keluar dari
rumah sakit. Sesudah itu, kamu minta dokter untuk mengizinkan kamu pulang ke
rumah.
Di rumah, kita makan cake
stroberi, es krim vanilla, memancing ikan, menerbangkan layang-layang, melepas
balon. Di saat itu kamu berkata,
“Kalau saya sudah meninggal
nanti, jika perlu sesuatu, kirim saja surat ke surge. Ikatkan pada tali balon
dan terbangkan.”
Aku menangis dan kamu memelukku.
Sesudah itu, kamu sakit lagi dan kembali masuk ke rumah sakit.
Pada hari terakhir hidupmu, kamu
minta air, minta punggungmu digosok, minta dipeluk. Mendekati detik terakhir,
kamu kejang. Air matamu bercucuran. Kamu berusaha bicara, tapi kata-katamu
tidak keluar. Aku tahu apa yang ingin kamu katakan.
“Aku dengar,” bisikku.
Untuk terakhir kalinya aku
berkata,
“Aku akan selalu sayang padamu.
Aku tak pernah akan melupakanmu. Jangan takut. Kamu akan segera bersama Tuhan
di surga.”
Lalu, dengan air mata berlinang
deras, aku melihat anak laki-laki yang paling berani, menghembuskan napas
terakhir. Papa, Mama, dan aku menangis sampai rasanya tak ada lagi air mata
yang bisa dikucurkan. Kamu akhirnya pergi meninggalkan kami untuk selamanya.
Sejak itu, kamu adalah sumber
inspirasiku. Kamu mengajariku untuk mencintai hidup, menikmati hidup sampai
sebesar-besarnya. Dengan kesederhanaan dan kejujuran, kamu menunjukkan kepadaku
dunia yang penuh cinta dan perhatian. Kamu membuat aku sadar, yang paling
penting dalam hidup ini adalah terus mencinta tanpa bertanya mengapa atau
bagaimana. Tanpa menetapkan syarat atau batasan apa pun. Terima kasih adik
kecilku, untuk semua ini.
Labels:
wise stories
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Popular Posts
-
Janganlah berbuat jahat Tanamlah sebanyak-banyaknya kebajikan Sucikan hati dan pikiran Itulah ajaran para Buddha Membunuh dan kar...
-
Pada suatu hari saat Sang Buddha berdiam di Anatapindika Jetavana Arama, pada waktu itu Ananda bertanya : Mengapa nasib /akibat Karma se...
-
Semasa hidup Sang Buddha, kota Savatthi merupakan ibukota kerajaan Kosala yang diperintah oleh Raja Pasenadi Kosala. Beliau, putra Maha ...
-
Sally baru berumur delapan tahun ketika dia mendengar mama dan papa berbicara tentang adik kecilnya, Georgi. Georgi sakit keras dan mereka...
-
Pada suatu hari di sebuah kota kecil di Taiwan, seorang supir taksi yang sedang dalam perjalanan pulang ketika dia mendengar suara menakutka...
-
FYI, trenggiling adalah binatang pemakan serangga, terutama semut dan rayap. Seorang pejabat Tiongkok beserta beberapa kolega, ketika...
-
Lanjut lagi jalan-jalan ke Belitung - Day 3 Dari hari pertama liatnya pantai dan laut, sekarang mari kita jelahahi pesona lain di Pulau B...
-
Saya ingin berbagi cerita pendek yang menurut saya sungguh menyentil sanubari kita, terutama untuk orang Indonesia. Cerita ini saya dap...
-
Sebuah Renungan Motivasi Sumber foto : http://wishesmessages.com/thank-you-messages-for-dad-thank-you-notes-for-father/ Pada detik-de...
-
Alkisah, di suatu daerah terpencil hiduplah seorang ibu & anak gadisnya yang tunggal. Ibu ini sangat bersyukur karena mempunyai an...
No comments:
Post a Comment
please leave your comment...^^