Thursday, April 12, 2012
Sapi yang Menangis
Saya tiba lebih awal untuk
memimpin kelas meditasi di sebuah penjara dengan pengamanan minim. Seorang
narapidana yang tak pernah saya jumpai sebelumnya, telah menunggu untuk
berbicara dengan saya. Dia seorang manusia sebesar raksasa dengan rambut
seperti semak belukar, berjanggut, dengan lengan-lengan penuh tato; bekas-bekas
luka di wajahnya memberi tahu saya bahwa ia telah mengalami banyak perkelahian
sadis. Dia terlihat begitu menakutkan sampai-sampai saya heren kenapa dia
datang untuk belajar meditasi. Dia bukan jenis orang yang belajar meditasi.
Tentu saja saya salah.
Dia berkata kepada saya bahwa
belum lama ini terjadi sesuatu yang telah menghantui pikirannya. Saat dia mulai
berbicara, saya menangkap akses Ulster-nya yang kental. Untuk memberikan
gambaran latar belakang, dia bercerita bahwa dia tumbuh besar di jalanan
Belfast yang penuh kekerasan. Kasus penikamannya yang pertama terjadi pada saat
dia baru berumur tujuh tahun. Seorang berandal di sekolah meminta uang bekal
makan siangnya. Dia bilang tidak. Si anak yang lebih tua itu lalu menghunus
sebilah pisau panjang dan untuk kedua kalinya meminta uang. Dia kira itu Cuma
gertak sambal saja. Sekali lagi dia bilang tidak. Si penggertak tak pernah
meminta untuk ketiga kalinya, ia langsung menikamkan pisaunya ke lengan si anak
tujuh tahun, mencabutnya dan langsung kabur.
Dia bercerita, dalam keterkejutan
dia berlari pulang dari halaman sekolah, dengan darah mengucur dari lengannya,
menuju rumah ayahnya yang tak jauh dari situ. Ayahnya yang pengangguran melihat
sekilas pada lukanya lalu membawanya ke dapur, tetapi bukan untuk membalut
lukanya. Sang ayah membuka laci dapur, mengambil sebuah pisau dapur yang besar,
memberikan kepada putranya, dan menyuruhnya kembali ke sekolah untuk membalas
menikam di penggertak.
Begitulah dia dibesarkan. Jika
dia tidak tumbuh sebesar dan sekuat ini, pasti ia sudah lama tewas.
Penjara itu memiliki peternakan
di dalamnya, di mana para napi dengan masa hukuman pendek atau napi yang tak
lama akan dibebaskan, dapat bersiap menghadapi kehidupan bebas di antaranya
dengan belajar mengenai perdagangan dalam industri peternakan. Lebih lanjut,
penjara ini memasok produk-produk makanan murah ke seluruh penjara di Perth,
sehingga dapat menekan biaya. Peternakan Australia mengembangbiakkan sapi,
domba, dan babi, tidak hanya gandum dan sayur mayur; begitu pula dengan penjara
yang satu ini. Namun tidak seperti peternakan lainnya, penjara ini memiliki
rumah jagalnya sendiri; langsung di tempat.
Setiap napi wajib memiliki pekerjaan
di penjara ini. Saya mendapat informasi dari beberapa penghuni penjara bahwa
pekerjaan sampingan yang paling banyak dicari adalah pekerjaan di rumah jagal.
Pekerjaan ini terutama populer di kalangan para pelanggar kekerasan. Dan
pekerjaan yang paling disukai, bahkan Anda harus bertarung untuk
mendapatkannya, adalah pekerjaan sebagai penjagal itu sendiri. Si raksasa
Irlandia yang menakutkan itu adalah seorang penjagal.
Dia menggambarkan keadaan rumah
penjagalan itu kepada saya. Pintu berjeruji dari baja antikarat yang
super-kuat, lebar pada pembukaannya, turun menyempit ke sebuah lorong tunggal
di dalam gedung, yang lebarnya hanya pas untuk satu ekor hewan pada satu saat.
Di ujung lorong sempit itu, di atas sebuah landasan, dia akan berdiri sambil memegang
sebuah senapan listrik. Sapi, babi, atau domba akan dipaksa masuk ke lorong
antikarat tersebut dengan menggunakan anjing-anjing dan cambuk. Dia berkata
bahwa hewan-hewan itu akan selalu menjerit-jerit, dengan caranya masing-masing,
mencoba untuk melarikan diri. Hewan-hewan itu dapat mencium bau kematian,
mendengar suara kematian, merasakan kehadiaran maut. Saat seekor hewan telah
berada di sepanjang landasan, dia akan menggeliat, meronta, dan melenguh
dengan suara keras. Meskipun senapan listriknya mampu mematikan seekor banteng
besar dengan sekali sengatan tegangan tinggi, tetapi hewan-hewan itu tak
pernah berdiam cukup lama sampai dia dapat membidik dengan baik. Jadi ada
sekali tembakan untuk membuat hewan itu terdiam, dan tembakan berikutnya untuk
mematikannya. Satu tembakan untuk mendiamkan, tembakan berikutnya untuk
mematikan. Hewan demi hewan. Hari demi hari.
Orang Irlandia ini selalu merasa
bergairah setiap kali mengalami kejadian itu, sampai beberapa hari belakangan
ini, saat terjadi sesuatu yang sangat merisaukannya terjadi. Dia mulai
menyumpah. Selanjutnya, dia terus mengulang, “Demi Tuhan, ini sungguhan!” Dia
khawatir kalau saya tidak memercayainya.
Pada hari itu mereka membutuhkan
daging sapi untuk penjara-penjara di sekitar Perth. Mereka tengah menjagal
sapi. Satu tembakan untuk mendiamkan, tembakan berikutnya untuk membunuh. Dia
menjalani hari-hari pembantaian seperti biasanya, sampai ketika seekor sapi
datang mendekat, dia belum pernah melihat hal seperti ini sebelumnya. Sapi yang
ini tenang. Bahkan tak terdengar suara lenguhan. Kepalanya menunduk ketika dia
berjalan dengan penuh sengaja, dengan penuh sukarela, perlahan-lahan menuju
tempat di ujung landasan. Dia tak menggeliat, meronta, atau mencoba kabur.
Begitu berada di posisinya, sapi
itu mengangkat kepalanya dan memandang penjagalnya, dalam diam mencekam.
Belum pernah si Irlandia ini
melihat hal-hal semacam ini sebelumnya. Pikirannya menjadi mati-rasa oleh
kebingungan. Dia tak mampu mengangkat senapannya; pun tak mampu melepas tatapan
matanya dari mata sapi itu. Sapi tersebut melihat tepat ke dalam dirinya.
Dia tergelincir ke dalam ruang
tanpa waktu. Dia tak dapat memberi tahu saya berapa lama kejadian itu
berlangsung, tetapi tatkala sapi itu membekukannya melalui kontak mata, dia
memerhatikan sesuatu yang bahkan lebih menohoknya. Sapi memiliki mata yang
sangat besar. Dia melihat pada mata kiri sapi itu, di atas kelopak bawahnya,
air mulai merambang. Gumpalan air mata itu makin bertambah terus, sampai
kelopak matanya tak dapat menampungnya lagi, air itu mulai menetes jatuh
menyusuri pipinya, membentuk sungai air mata yang berkilauan tertimpa cahaya.
Pintu relung hatinya mulai terbuka perlahan-lahan. Dalam ketidakpercayaan, dia
melihat mata kanan sapi itu, di atas kelopak bawahnya, terkumpul lebih banyak
air mata, yang terus terkumpul, melampaui daya tampung kelopaknya. Sebuah
sungai air mata kedua menyusuri wajah sapi itu. Dan si besar Irlandia itu pun
terkulai.
Sapi
itu menangis....
Dia bercerita kepada saya bahwa dia
membuang senapanya, bersumpah bahwa petugas penjara boleh melakukan apa saja
atas dirinya sejauh batas kemampuannya, ASALKAN SAPI ITU JANGAN DIBUNUH!
Dia mengakhiri kisahnya dengan
memberi tahu saya bahwa ia sekarang menjadi seorang vegetarian.
Ini kisah nyata. Para penghuni
lain di penjara itu mengkonfirmasikan kebenarannya kepada saya. Seekor sapi
yang menangis telah mengajarkan seorang pria yang paling kejam tentang arti
kepedulian.
Sumber : Si Cacing dan Kotoran
Kesayangannya oleh Ajahn Brahm.
Labels:
Ajahn Brahm,
Dhamma,
wise stories
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Popular Posts
-
Janganlah berbuat jahat Tanamlah sebanyak-banyaknya kebajikan Sucikan hati dan pikiran Itulah ajaran para Buddha Membunuh dan kar...
-
Pada suatu hari saat Sang Buddha berdiam di Anatapindika Jetavana Arama, pada waktu itu Ananda bertanya : Mengapa nasib /akibat Karma se...
-
Semasa hidup Sang Buddha, kota Savatthi merupakan ibukota kerajaan Kosala yang diperintah oleh Raja Pasenadi Kosala. Beliau, putra Maha ...
-
Sally baru berumur delapan tahun ketika dia mendengar mama dan papa berbicara tentang adik kecilnya, Georgi. Georgi sakit keras dan mereka...
-
Pada suatu hari di sebuah kota kecil di Taiwan, seorang supir taksi yang sedang dalam perjalanan pulang ketika dia mendengar suara menakutka...
-
FYI, trenggiling adalah binatang pemakan serangga, terutama semut dan rayap. Seorang pejabat Tiongkok beserta beberapa kolega, ketika...
-
Lanjut lagi jalan-jalan ke Belitung - Day 3 Dari hari pertama liatnya pantai dan laut, sekarang mari kita jelahahi pesona lain di Pulau B...
-
Sebuah Renungan Motivasi Sumber foto : http://wishesmessages.com/thank-you-messages-for-dad-thank-you-notes-for-father/ Pada detik-de...
-
Saya ingin berbagi cerita pendek yang menurut saya sungguh menyentil sanubari kita, terutama untuk orang Indonesia. Cerita ini saya dap...
-
Alkisah, di suatu daerah terpencil hiduplah seorang ibu & anak gadisnya yang tunggal. Ibu ini sangat bersyukur karena mempunyai an...
No comments:
Post a Comment
please leave your comment...^^