Friday, June 8, 2012
Kura-kura yang Bawel
Rasanya kita semestinya belajar
untuk berdiam diri pada usia yang lebih dini dalam kehidupan kita : karena hal
itu mungkin dapat menolong kita menghindari banyak kesulitan pada kemudian
hari. Saya menceritakan kisah berikut ini kepada anak-anak yang datang
berkunjung mengenai betapa pentingnya untuk berdiam diri.
Pada zaman dahulu kala, di sebuah
danau di suatu pegunungan, hiduplah seekor kura-kura yang bawel. Kapan pun dia
bertemu dengan para binatang yang hidup di sekitarnya, dia akan berbicara
begitu banyak dan begitu lama kepada mereka, tanpa jeda, yang membuat para
pendengarnya menjadi bosan, lantas terganggu, dan akhirnya jengkel. Mereka
sering merasa heran bagaimana si kura-kura bisa berbicara terus-menerus tanpa
menarik napas. Mereka pikir si kura-kura pasti bernapas melalui kupingnya,
karena dia tak pernah memakai kupingnya untuk mendengar. Dia adalah kura-kura
yang begitu bawel sampai-sampai para kelinci akan bergegas menyelam ke
liangnya, para burung akan terbang ke puncak-puncak pohon yang tinggi, dan para
ikan akan bersembunyi di balik batu karang ketika mereka melihat si kura-kura
mendekat. Mereka tahu bahwa mereka akan mati kutu selama berjam-jam jika si
kura-kura mulai berbicara kepada mereka.
Si kura-kura bawel ini sebenarnya
cukup kesepian karenanya.
Setiap tahun pada musim panas,
sepasang angsa putih yang elok datang berlibur di danau pegunungan itu. Mereka
baik hati karena membiarkan si kura-kura berbicara kepada mereka sebanyak yang
dia sukai. Atau barangkali itu karena mereka tahu bahwa mereka cuma pelancong
yang tinggal selama beberapa bulan saja. Si kura-kura bawel memuja sepasang
angsa itu. Dia akan berbicara kepada mereka sampai bintang-bintang di langit
berhenti berkelap-kelip, dan kedua angsa tersebut senantiasa mendengarkan
dengan sabar.
Ketika musim panas memudar dan
hari-hari mendingin, sepasang angsa itu bersiap untuk pulang kampung. Si
kura-kura bawel mulai menangis. Dia benci dingin, dan juga merasa kehilangan
teman-temannya. “Andai saja saya bisa ikut pergi bersama kalian,” desahnya.
“Kadang, ketika salju menutupi lereng dan danau, saya membeku, saya akan merasa
begitu kedinginan dan kesepian. Kami, para kura-kura, tidak bisa terbang. Dan
jika saya harus berjalan, baru sedikit perjalanan saja, waktunya sudah tiba
untuk berbalik pulang. Kura-kura berjalan sangat lambat.”
Belas kasihan kedua angsa
tersebut tersentuh oleh kesedihan si kura-kura bawel. Karena itu mereka
mengajukan sebuah tawaran.
“Kura-kura sayang, jangan
menangis. Kami dapat membawamu, jika kamu bersedia memegang satu janji saja.”
“Ya! Ya! Saya janji!” kata si
kura-kura bawel dengan bergairah, tanpa mengetahui lebih dahulu apa janji yang
harus dia tepati. “Kami para kura-kura selalu menepati janji kami. Pernah, saya
ingat beberapa hari lalu saya berjanji kepada bung kelinci untuk berdiam diri
selama beberapa hari saja setelah saya memberi tahu dia segala sesuatu tentang
perbedaan jenis cangkang kura-kura dan….”
Satu jam kemudian, ketika si
kura-kura berhenti bicara, dan para angsa sempat melanjutkan kata-katanya,
mereka berkata, “Kura-kura, kamu harus berjanji untuk tetap menutup mulutmu!”
“Gampang!” kata si kura-kura
bawel. “Sebetulnya, kami kura-kura terkenal sanggup menutup mulut kami dengan
baik. Kami sebenarnya jarang sekali berbicara. Saya pernah menjelaskan hal ini
kepada seekor ikan belum lama ini….”
Kemudian satu jam lagi, ketika si
kura-kura bawel diam sejenak, sepasang sangsa itu menyuruh si kura-kura untuk
menggigit bagian tengah dari sebuah tongkat kayu yang panjang dan memastikannya
tetap tutup mulut. Lalu salah satu angsa memegang satu ujung dari tongkat itu
dengan paruhnya, dan angsa kedua mengatupkan paruhnya pada ujung yang lain.
Mereka lalu mengepak-ngepakkan sayapnya dan … tak terjadi apa-apa! Si kura-kura
bawel ternyata terlalu berat. Mereka yang banyak bicara cenderung juga banyak
makan. Dan si kura-kura bawel itu begitu gemuknya sampai kadang-kadang dia
tidak muat masuk ke dalam cangkangnya sendiri.
Angsa-angsa itu lalu memilih
sebatang tongkat yang lebih ringan. Lantas, dengan kedua angsa menggigit
masing-masing ujung tongkat, dan si kura-kura bawel menggigit bagian tengahnya,
sepasang angsa itu mengepak-ngepakkan sayap kuat-kuat – ini belum pernah
dilakukan oleh angsa-angsa lain sebelumnya, dan membumbung ke udara. Dengan kedua
angsa mengangkat tongkat; dan tongkat mengangkat si kura-kura.
Inilah pertama kalinya, dalam
sejarah dunia kita, ada seekor kura-kura terbang!
Lebih tinggi dan lebih tinggi
lagi mereka terbang menjulang. Makin lama danau si kura-kura bawel makin tampak
mengecil. Bahkan gunung yang besar pun sekarang terlihat mungil di kejauhan. Si
kura-kura melihat pemandangan menakjubkan yang belum pernah dilihat oleh
kura-kura mana pun. Dia mencoba mengingat baik-baik pengalaman itu, supaya
dapat menceritakannya kepada teman-temannya, tentu saja, bila dia pulang nanti.
Mereka terbang melintasi
pegunungan dan turun menuju lembah. Semuanya lancer-lancar saja sampai,
kira-kira jam setengah empat sore, ketika mereka melintasi sebuah sekolah di
mana murid-muridnya baru bubaran. Seorang anak laki-laki tanpa sengaja melihat
ke langit. Menurut Anda, apa yang dilihatnya? Kura-kura terbang!
“Hei!” dia berteriak kepada
temna-temannya. “Lihat! Ada kura-kura bodoh terbang!”
Mendengar itu, si kura-kura tak
dapat menahan dirinya. “Siapa yang kamu bilang… uups! … boo… dooo… hhh!”
“BRAAKKH!” terdengar suara keras
saat tubuh si kura-kura menghantam tanah. Dan itu adalah suara terakhir yang
dapat dia keluarkan (cerita ini berdasarkan Cerita Jàtaka No. 215).
Si kura-kura bawel tewas karena
dia tidak dapat menutup mulutnya pada saat benar- benar diperlukan.
Jadi, jika Anda tidak belajar
bagaimana berdiam diri pada saat yang tepat, dan bilamana saat itu benar-benar
penting, Anda tak akan mampu menutup mulut Anda lagi. Bisa jadi Anda akan
berakhir sebagai hamburger, seperti si kura-kura bawel itu.
Sumber : Si Cacing dan Kotoran
Kesayangannya oleh Ajahn Brahm
Labels:
Ajahn Brahm,
Dhamma,
wise stories
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Popular Posts
-
Janganlah berbuat jahat Tanamlah sebanyak-banyaknya kebajikan Sucikan hati dan pikiran Itulah ajaran para Buddha Membunuh dan kar...
-
Pada suatu hari saat Sang Buddha berdiam di Anatapindika Jetavana Arama, pada waktu itu Ananda bertanya : Mengapa nasib /akibat Karma se...
-
Semasa hidup Sang Buddha, kota Savatthi merupakan ibukota kerajaan Kosala yang diperintah oleh Raja Pasenadi Kosala. Beliau, putra Maha ...
-
Sally baru berumur delapan tahun ketika dia mendengar mama dan papa berbicara tentang adik kecilnya, Georgi. Georgi sakit keras dan mereka...
-
Pada suatu hari di sebuah kota kecil di Taiwan, seorang supir taksi yang sedang dalam perjalanan pulang ketika dia mendengar suara menakutka...
-
FYI, trenggiling adalah binatang pemakan serangga, terutama semut dan rayap. Seorang pejabat Tiongkok beserta beberapa kolega, ketika...
-
Lanjut lagi jalan-jalan ke Belitung - Day 3 Dari hari pertama liatnya pantai dan laut, sekarang mari kita jelahahi pesona lain di Pulau B...
-
Sebuah Renungan Motivasi Sumber foto : http://wishesmessages.com/thank-you-messages-for-dad-thank-you-notes-for-father/ Pada detik-de...
-
Saya ingin berbagi cerita pendek yang menurut saya sungguh menyentil sanubari kita, terutama untuk orang Indonesia. Cerita ini saya dap...
-
Alkisah, di suatu daerah terpencil hiduplah seorang ibu & anak gadisnya yang tunggal. Ibu ini sangat bersyukur karena mempunyai an...
No comments:
Post a Comment
please leave your comment...^^