Pages

Thursday, April 26, 2012

Pasangan Sempurna (Bagaimana Mencintai dengan Apa Adanya)

Tersebutlah sepasang suami istri yang sudah dua tahun menikah. Keduanya punya sifat yang saling berlawanan. Si suami sabar dan pengalah, si istri pemarah dan selalu memarahi suaminya, padahal si suami sangat mencintai istrinya. Si istri sebenarnya juga sangat mencintai suaminya.
Si suami senang sastra dan selalu post novel di internet, tapi tak seorang pun yang membacanya. Dia juga menyukai fotografi. Ketika menikah, dia ikut menangani foto perkawinan mereka.
Suatu hari, seorang sahabat istrinya akan menikah dan meminta pria tersebut untuk menangani foto perkawinan mereka. Si istri mendesak suaminya untuk menolong sahabatnya.
“Sudah terima saja. Ini bukan proyek terima kasih. Mereka akan bayar,” kata si istri.
“Saya tak punya waktu untuk itu,” sahut si suami.
“Tak punya waktu? Stop tulis novel yang sia-sia itu dan kamu akan punya semua waktu yang kamu perlukan,” ujar si istri.
“Jangan berkata begitu. Suatu hari akan ada orang yang baca karya saya,” kata si suami.
“Saya tidak peduli. Kamu harus bantu teman saya.”
“Saya benar-benar tak bisa.”
“Untuk kali ini saja juga tak bisa?’
“Ya, saya tak bisa.”
Pembicaraan terhenti. Si istri akhirnya memberi peringatan terakhir, “Pikirkan dalam 3 hari ini dan katakan ya. Kalau tidak...”
Hari pertama, si istri tidak masak, tidak membersihkan kamar mandi, mematikan komputer, televisi. Ia hanya mengurusi ranjang karena dia juga tidur di sana. Si suami tidak peduli. Makanan bisa beli jadi.
Hari kedua, si istri menyita seluruh isi kantong dan tas kerja si suami.
Tahu sendiri akibatnya jika kamu minta tolong di luar,” ancam si istri.
Kali ini, si suami kelabakan. Malam itu, si suami minta belas kasihan pada si istri dengan harapan situasi ini akan berakhir. Ternyata si istri tetap berkeras.
“Saya tak akan menyerah, apa pun yang dikatakannya, sampai dia setuju membantu teman saya,” katanya dalam hati.
Malam ketiga, si suami dan istri berbaring di ranjang, tapi masing-masing melihat ke arah lain.
“Rasanya kita harus bicara,” kata si suami.
“Tak ada pembicaraan, jika kamu tak mau bantu temanku,” sahut si istri.
“Ini sangat penting.”
Si istri tetap diam.
“Sebaiknya kita cerai saja,” kata si suami.
Si istri kaget, tidak percaya dengan apa yang didengarnya.
“Saya punya perempuan lain,” kata si suami.
Si istri benar-benar marah dan ingin memukul suaminya, tapi berhasil mengendalikan diri dan menunggu kata-kata lainnya. Matanya terasa panas dan air mata mulai menggenang.
Si suami mengambil sebuah amplop berisi foto dari saku pakaian dalamnya, satu-satunya tempat yang tidak digeledah si istri.
“Dia perempuan yang baik,” katanya. Air mata mulai si istri mulai bercucuran.
“Kepribadiannya juga baik,” sambungnya.
Hati si istri terasa hancur berkeping-keping. Suaminya menyimpan foto perempuan itu di dekat dadanya.
“Dia bilang, dia akan sepenuhnya mendukung saya menekuni hobi saya dalam mengarang sesudah kami menikah.”
Si istri sangat cemburu karena dia juga mengatakan hal yang sama ketika mereka pacaran.
“Dia benar-benar mencintai saya.”
Si istri merasa ingin melompat dari ranjang dan berteriak, “Bukankah saya juga begitu?”
“Jadi dia tak akan memaksa saya melakukan sesuatu yang tak ingin saya lakukan.”
Si istri mulai berpikir, tapi hatinya tetap panas.
“Ingin lihat foto dia hasil jepretan saya?”
Si suami lalu mengeluarkan foto itu dari amplop, mengulurkannya kepada istrinya. Si istri sangat marah dan menepis keras tangan suaminya, lalu menonjok lengannya.
Si suami tarik napas panjang. Si istri menangis. Si suami lalu memasukkan kembali foto itu ke dalam sakunya. Si istri menarik selimut dan menutupi seluruh badan dan kepalanya.
Si suami mematikan lampu dan tidur. Si istri tak bisa tidur. Ia menyesal memperlakukan suaminya seperti itu. Ia menangis dan memikirkan banyak hal. Ia ingin membangunkan suaminya dan bicara dengannya. Bahwa dia tak akan kasar dan memaksanya lagi. Ia lalu memandangi dada suaminya yang sedang tertidur. Dia ingin tahu seperti apa wajah perempuan tersebut.
Perlahan, dia mendekati suaminya dan dengan hati-hati menarik foto itu keluar. Ia ingin menangis dan ingin tertawa. Foto itu adalah foto dirinya yang diambil suaminya secara baik. Ia membungkuk dan mencium pipi suaminya.
Suaminya tertawa. Ternyata dia hanya pura-pura tidur. Si istri berjanji tak akan mengulangi perbuatannya. Berjanji akan memberikan dukungan penuh seperti yang diucapkannya sebelum menikah.
Moral cerita :
  • Kita belajar mencinta bukan dengan mencari orang sempurna, tapi dengan belajar melihat ketidaksempurnaan orang tersebut secara sempurna.
  • Kesabaran akan mendatangkan kemenangan yang manis.


Saturday, April 21, 2012

82 Wajah Tersenyum


Y.A Maha Bhiksu Dutavira Sthavira (Suhu Benny) 
Aku adalah seorang ibu muda, usiaku 32 tahun. Pada tahun kedelapan pernikahanku, suami tertabrak dan meninggal dunia. Kini aku hanya berdua dengan anakku yang masih berusia empat tahun. Sejak suamiku meninggal dunia, hidupku sangat sibuk sekali, tetapi aku tetap meluangkan waktu untuk menjemput dan mengantar anakku ke sekolah.
Di sekolah anakku, hasil rapor ditentukan dengan gambar wajah, wajah tersenyum untuk nilai yang baik dan wajah menangis untuk nilai yang buruk. Pada suatu hari aku sangat kecewa melihat rapor anakku banyak gambar wajah menangis. Meskipun aku kesal, marah, aku tidak memarahi dan memukul anakku. Aku berkata kepadanya, “Anak pintar, mengapa rapormu banyak gambar wajah menagis? Kamu jangan seperti papamu yang selalu tidak serius dengan hidup, akibatnya meninggal dunia tertabrak mobil. Mami sangat letih, namun mami tetap berjuang untuk membesarkanmu, karena kamu adalah harapan mami.”
Tidak terasa, kini anakku telah duduk di kelas II Sekolah Dasar. Pada suatu hari anakku menyambutku dengan berlari dan memelukku. Ia berteriak, “Mami sudah pulang.” Sambil memeluknya aku bertanya,” Mana buku pelajaran rumah dan rapormu? Berapa banyak wajah menangis yang kau dapatkan?” Sambil memeluk wajahku dia menjawab, “Mami, mari kita menghitung berapa banyak wajah tersenyum yang kudapatkan.” Mendengar dan melihat wajah anakku saat menghitung, aku sungguh terharu. Kemudian ia bersorak dengan gembira, “Mami, aku mendapat 82 wajah tersenyum.” Saat itu hujan deras sekali, rumahku yang tua telah bocor. Anakku berlari ke belakang rumah sambil berteriak, “Mami, aku yang mengambil ember.” Aku terharu dan mengeluarkan air mata. Dengan terisak-isak aku menandatangani buku pekerjaan rumahnya. Dalam hati aku berjanji, “Aku harus bekerja keras, agar dapat memberikan kesempatan kuliah kepada anakku di kemudian hari.”
Teman se-Dharma yang berbahagia, menghadapi kondisi yang sulit atau yang tidak menyenangkan, jangan melampiaskan kemarahan dengan memukuli anak. Sampaikanlah keinginan dan harapan Anda kepadanya dengan penuh kasih sayang. Yakinlah kondisi yang jelek pasti dapat berubah. Semua itu tergantung bagaiman Anda menyikapi permasalahan hanya dengan cinta yang tulus, penuh pengorbanan, tekun, maka esok matahari’kan muncul kembali. Omitofo.
Sumber : Pencerahan Batin oleh Y.A Maha Bhiksu Dutavira Sthavira (Suhu Benny).

Thursday, April 12, 2012

Sapi yang Menangis

Saya tiba lebih awal untuk memimpin kelas meditasi di sebuah penjara dengan pengamanan minim. Seorang narapidana yang tak pernah saya jumpai sebelumnya, telah menunggu untuk berbicara dengan saya. Dia seorang manusia sebesar raksasa dengan rambut seperti semak belukar, berjanggut, dengan lengan-lengan penuh tato; bekas-bekas luka di wajahnya memberi tahu saya bahwa ia telah mengalami banyak perkelahian sadis. Dia terlihat begitu menakutkan sampai-sampai saya heren kenapa dia datang untuk belajar meditasi. Dia bukan jenis orang yang belajar meditasi. Tentu saja saya salah.
Dia berkata kepada saya bahwa belum lama ini terjadi sesuatu yang telah menghantui pikirannya. Saat dia mulai berbicara, saya menangkap akses Ulster-nya yang kental. Untuk memberikan gambaran latar belakang, dia bercerita bahwa dia tumbuh besar di jalanan Belfast yang penuh kekerasan. Kasus penikamannya yang pertama terjadi pada saat dia baru berumur tujuh tahun. Seorang berandal di sekolah meminta uang bekal makan siangnya. Dia bilang tidak. Si anak yang lebih tua itu lalu menghunus sebilah pisau panjang dan untuk kedua kalinya meminta uang. Dia kira itu Cuma gertak sambal saja. Sekali lagi dia bilang tidak. Si penggertak tak pernah meminta untuk ketiga kalinya, ia langsung menikamkan pisaunya ke lengan si anak tujuh tahun, mencabutnya dan langsung kabur.
Dia bercerita, dalam keterkejutan dia berlari pulang dari halaman sekolah, dengan darah mengucur dari lengannya, menuju rumah ayahnya yang tak jauh dari situ. Ayahnya yang pengangguran melihat sekilas pada lukanya lalu membawanya ke dapur, tetapi bukan untuk membalut lukanya. Sang ayah membuka laci dapur, mengambil sebuah pisau dapur yang besar, memberikan kepada putranya, dan menyuruhnya kembali ke sekolah untuk membalas menikam di penggertak.
Begitulah dia dibesarkan. Jika dia tidak tumbuh sebesar dan sekuat ini, pasti ia sudah lama tewas.
Penjara itu memiliki peternakan di dalamnya, di mana para napi dengan masa hukuman pendek atau napi yang tak lama akan dibebaskan, dapat bersiap menghadapi kehidupan bebas di antaranya dengan belajar mengenai perdagangan dalam industri peternakan. Lebih lanjut, penjara ini memasok produk-produk makanan murah ke seluruh penjara di Perth, sehingga dapat menekan biaya. Peternakan Australia mengembangbiakkan sapi, domba, dan babi, tidak hanya gandum dan sayur mayur; begitu pula dengan penjara yang satu ini. Namun tidak seperti peternakan lainnya, penjara ini memiliki rumah jagalnya sendiri; langsung di tempat.
Setiap napi wajib memiliki pekerjaan di penjara ini. Saya mendapat informasi dari beberapa penghuni penjara bahwa pekerjaan sampingan yang paling banyak dicari adalah pekerjaan di rumah jagal. Pekerjaan ini terutama populer di kalangan para pelanggar kekerasan. Dan pekerjaan yang paling disukai, bahkan Anda harus bertarung untuk mendapatkannya, adalah pekerjaan sebagai penjagal itu sendiri. Si raksasa Irlandia yang menakutkan itu adalah seorang penjagal.
Dia menggambarkan keadaan rumah penjagalan itu kepada saya. Pintu berjeruji dari baja antikarat yang super-kuat, lebar pada pembukaannya, turun menyempit ke sebuah lorong tunggal di dalam gedung, yang lebarnya hanya pas untuk satu ekor hewan pada satu saat. Di ujung lorong sempit itu, di atas sebuah landasan, dia akan berdiri sambil memegang sebuah senapan listrik. Sapi, babi, atau domba akan dipaksa masuk ke lorong antikarat tersebut dengan menggunakan anjing-anjing dan cambuk. Dia berkata bahwa hewan-hewan itu akan selalu menjerit-jerit, dengan caranya masing-masing, mencoba untuk melarikan diri. Hewan-hewan itu dapat mencium bau kematian, mendengar suara kematian, merasakan kehadiaran maut. Saat seekor hewan telah berada di sepanjang landasan, dia akan menggeliat, meronta, dan melenguh dengan suara keras. Meskipun senapan listriknya mampu mematikan seekor banteng besar dengan sekali sengatan tegangan tinggi, tetapi hewan-hewan itu tak pernah berdiam cukup lama sampai dia dapat membidik dengan baik. Jadi ada sekali tembakan untuk membuat hewan itu terdiam, dan tembakan berikutnya untuk mematikannya. Satu tembakan untuk mendiamkan, tembakan berikutnya untuk mematikan. Hewan demi hewan. Hari demi hari.
Orang Irlandia ini selalu merasa bergairah setiap kali mengalami kejadian itu, sampai beberapa hari belakangan ini, saat terjadi sesuatu yang sangat merisaukannya terjadi. Dia mulai menyumpah. Selanjutnya, dia terus mengulang, “Demi Tuhan, ini sungguhan!” Dia khawatir kalau saya tidak memercayainya.
Pada hari itu mereka membutuhkan daging sapi untuk penjara-penjara di sekitar Perth. Mereka tengah menjagal sapi. Satu tembakan untuk mendiamkan, tembakan berikutnya untuk membunuh. Dia menjalani hari-hari pembantaian seperti biasanya, sampai ketika seekor sapi datang mendekat, dia belum pernah melihat hal seperti ini sebelumnya. Sapi yang ini tenang. Bahkan tak terdengar suara lenguhan. Kepalanya menunduk ketika dia berjalan dengan penuh sengaja, dengan penuh sukarela, perlahan-lahan menuju tempat di ujung landasan. Dia tak menggeliat, meronta, atau mencoba kabur.
Begitu berada di posisinya, sapi itu mengangkat kepalanya dan memandang penjagalnya, dalam diam mencekam.
Belum pernah si Irlandia ini melihat hal-hal semacam ini sebelumnya. Pikirannya menjadi mati-rasa oleh kebingungan. Dia tak mampu mengangkat senapannya; pun tak mampu melepas tatapan matanya dari mata sapi itu. Sapi tersebut melihat tepat ke dalam dirinya.
Dia tergelincir ke dalam ruang tanpa waktu. Dia tak dapat memberi tahu saya berapa lama kejadian itu berlangsung, tetapi tatkala sapi itu membekukannya melalui kontak mata, dia memerhatikan sesuatu yang bahkan lebih menohoknya. Sapi memiliki mata yang sangat besar. Dia melihat pada mata kiri sapi itu, di atas kelopak bawahnya, air mulai merambang. Gumpalan air mata itu makin bertambah terus, sampai kelopak matanya tak dapat menampungnya lagi, air itu mulai menetes jatuh menyusuri pipinya, membentuk sungai air mata yang berkilauan tertimpa cahaya. Pintu relung hatinya mulai terbuka perlahan-lahan. Dalam ketidakpercayaan, dia melihat mata kanan sapi itu, di atas kelopak bawahnya, terkumpul lebih banyak air mata, yang terus terkumpul, melampaui daya tampung kelopaknya. Sebuah sungai air mata kedua menyusuri wajah sapi itu. Dan si besar Irlandia itu pun terkulai.
Sapi itu menangis....                                                           
Dia bercerita kepada saya bahwa dia membuang senapanya, bersumpah bahwa petugas penjara boleh melakukan apa saja atas dirinya sejauh batas kemampuannya, ASALKAN SAPI ITU JANGAN DIBUNUH!
Dia mengakhiri kisahnya dengan memberi tahu saya bahwa ia sekarang menjadi seorang vegetarian.
Ini kisah nyata. Para penghuni lain di penjara itu mengkonfirmasikan kebenarannya kepada saya. Seekor sapi yang menangis telah mengajarkan seorang pria yang paling kejam tentang arti kepedulian.
Sumber : Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya oleh Ajahn Brahm.

Friday, April 6, 2012

DISINI TIDAK ADA ORANG YANG BISA MENINGGAL


Y.A Maha Bhiksu Dutavira Sthavira (Suhu Benny)
Ada seorang umat Buddha yang saleh bernama Lo Tek Kian. Ia bekerja di kantor pos sebagai pengantar surat. Ia tahu ajaran Buddha : hidup manusia bisa miskin atau kaya bersumber dari perbuatan baik. Ia berpendapat pekerjaan mengantar surat pun merupakan perbuatan baik, maka ia bekerja dengan penuh semangat, tekun, dan gembira.
Ia ingin sekali memiliki nasib yang lebih baik. Buddha mengajarkan : berbuat baik tidak hanya dilakukan melalui fisik. Pada suatu hari ia mendapat ide, dengan profesinya saat ini ia ingin memberi semangat kepada orang lain, karena itu, di saat luang ia mengetik kata-kata mutiara, seperti : silahkan Anda tertawa, tertawa dapat mengurangi ketegangan dalam jiwa; jangan suka kesal walaupun kondisi tidak menyenangkan; dan lain-lain. Kata-kata mutiara ini dilampirkan di surat yang akan diantar.
Ada seorang dokter tertarik dengan kata-kata mutiara yang ditulisnya. Dokter itu sedang membangun rumah sakit dan membutuhkan supir pribadi. Ia menawarkan lowongan itu kepada Lo Tek Kian. Beruntunglah Lo Tek Kian bertemu dengan dokter yang baik hati itu. Meskipun ia tidak tamat sekolah dasar, ia diterima bekerja, diberi kesempatan mengikuti kursus mobil dan gajinya pun meningkat.
Ketika rumah sakit selesai dibangun, ia mendengar bahwa dokter sedang mencari motto untuk rumah sakitnya. Ia mengusulkan motto : “Tiada seorangpun yang bisa meninggal di sini”. Dokter senang dengan motto itu. Meskipun ada segelintir orang menyanggah, bahwa itu motto yang gila, mana mungkin orang tidak mati? Tetapi, dokter tetap menggunakan kata-kata itu untuk motto rumah sakitnya.
Para dokter, suster pegawai rumah sakit yang setiap hari membaca motto itu termotivasi untuk selalu memberikan pelayanan yang baik, berjuang dengan sungguh-sungguh, mencari solusi agar sedapat mungkin tidak ada pasien yang meninggal.
Teman-teman se-Dharma, banyak peristiwa yang sangat ajaib terjadi di dunia ini dimulai dari motto/tujuan hidup. Karena itu, orang harus mengetahui, memotivasi dan berjuang secara nyata untuk mewujudkannya. Bayangkan jika manusia hidup di dunia ini tanpa tujuan hidup? Spirit fighting/daya juang Anda tentu tidak maksimal dan tidak fokus. Ingatlah, motto yang indah tidak akan memberikan manfaat, bila tidak diwujudkan. Omitofo.
Sumber : Pencerahan Batin oleh Y.A Maha Bhiksu Dutavira Sthavira (Suhu Benny).

Popular Posts