Saturday, June 30, 2012
Bai Ri Hong : Mekar Seratus Hari (Memberi Informasi yang Benar)
Di negeri China bagian Dong Bei (Provinsi
Liaoning, Jilin, dan Heilongjiang), ada sebuah bunga yang bernama Bai Ri Hong. Dari musim panas dimulai
sampai musim gugur berakhir bunga itu terus mekar. Di daerah Dong Bei awal
musim panas sampai berakhirnya musim gugur, jumlahnya ada seratus hari. Karena jika
bunga itu mekar akan tampak warna merahnya yang indah dan itu bisa dinikmati
seratus hari. Oleh Karena itu bunga tersebut diberi nama Bai Ri Hong. Cerita dari mulut ke mulut yang berkembang mengatakan
bahwa bunga Bai Ri Hong adalah
jelmaan dari seorang gadis yang sangat cantik yang pernah ada di daerah itu.
Konon, di desa itu, ada seorang
nelayan muda yang sangat berani. Di belakang rumahnya tinggallah sebuah
keluarga yang memiliki seorang anak gadis yang sangat cantik. Karena itu,
mereka berdua sering bermain bersama, bersenda gurau bersama, bepergian bersama
sampai jika sehari saja tidak bertemu mereka saling merindukan. Akhirnya,
mereka berdua pun saling mencintai. Setelah berpacaran sekian waktu, mereka
menentukan hari pernikahan.
Pada saat mereka sibuk
mempersiapkan pesta pernikahan di tepi laut, di desa nelayan tersebut datanglah
ular piton laut berkepala tiga. Ular ini besar, buas, dan ganas. Kedatangan ular
itu membuat para nelayan tidak berani ke laut untuk mencari ikan. Karena mencari
ikan adalah pekerjaan utama mereka, maka keadaan mereka makin lama makin
memprihatinkan karena tidak ada kesempatan untuk menjala dan menangkap ikan.
Ular berkepala tiga yang ganas
itu merusak banyak perahu nelayan yang ada di pinggir pantai. Para nelayan
sungguh sangat takut. Mereka pun berniat pindah jika keadaan tidak berubah. Para
nelayan sering berembuk bagaimana caranya menangkap ikan lagi, tetapi ular buas
itu membuat mereka tidak tahu cara yang terbaik. Kehidupan di desa itu makin
mengenaskan seiring dengan berjalannya waktu.
Pada saat rembukan para nelayan,
nelayan muda yang pemberani itu pun buka suara, “Tidak ada jalan lain untuk
mengatasi masalah ini selain harus ada orang yang pergi untuk membunuh ular
biadad itu. Demi mengembalikan kesejahteraan rakyat, saya bersedia pergi untuk
bertarung dengan ular tersebut.” Karena ucapannya yang gagah berani, ada empat
puluh orang pemberani lainnya yang tergugah hatinya dan menawarkan diri untuk
pergi bersamanya.
Setelah merencanakan dengan
matang, tibalah hari untuk pergi mencari ular tersebut. Para nelayan membekali
mereka dengan makanan yang cukup dan berbagai senjata, seperti jala yang kuat,
tombak yang panjang dan tajam, pedang panjang yang tajam, tongkat-tongkat
pemukul. Maksud mereka, jika ular tersebut datang menyerang, keempat puluh
pemuda pemberani tersebut bisa secara bersamaan menyerang ular itu supaya bisa
menang dan kembali dengan selamat.
Pada waktu hendak pergi, nelayan
muda pemberani itu meninggalkan sebuah bola kaca buat tunangannya. Ia berkata, “Jika
kamu ingin tahu kabar dariku, lihatlah bola kaca ini baik-baik; ia bisa
memberitahukan keadaanku. Jika dalam bola kaca ini kamu melihat warna putih,
itu berarti aku aman-aman saja dan berhasil dalam menunaikan misi ini. Jika dalam
bola kaca itu terlihat warna merah yang pelan-pelan berubah menjadi hitam, itu
berarti aku sedang tidak beruntung atau dalam masalah!”
Setelah itu, perjalanan misi
keempat puluh pemuda itu pun dimulai. Hari demi hari gadis cantik tunangannya
itu melihat kaca dan selalu terlihat putih. Ia pun senang dan merasa tenang. Dan,
setiap hari ia selalu pergi pada keluarga dari keempat puluh pemuda lainnya
untuk memberitahukan kabar baik tersebut. Tetapi satu hari bola kaca itu
memancarkan warna merah. Ia pun tidak percaya pada apa yang dilihatnya. Setelah
beberapa jam warna merah itu pun perlahan namun pasti berubah menjadi
kehitam-hitaman. Hatinya pun mulai resah dan gelisah. Dalam beberapa hari
kemudian, warna bola kaca itu tetap hitam. Maka pada hari-hari itu pun ia mulai
menangis tersedu-sedu, takut jika tidak akan bertemu dengan pujaan hatinya
lagi. Ia terus menangis sampai rebah di lantai dan tidak mampu berdiri lagi
karena lemas. Tidak berapa lama gadis cantik itu pun mati karena sedih. Penduduk
di sekitar desa yang tiap hari menerima kabar gembira darinya pun ikut bersedih.
Setelah melewati hari-hari berkabung mereka pun menguburkan jasad gadis cantik
itu.
Di atas kuburan gadis cantik itu
tumbuh bermacam-macam bunga dan ada lima sampai enam warna. Tetapi ada beberapa
yang besar dan berwarna sangat merah. Bunga besar berwarna merah itu pun terus
mekar selama seratus hari. Dan tepat pada hari yang keseratus, pagi hari, para
pemuda yang pergi berburu ular ganas itu pun pulang. Nelayan muda pemberani itu
pun sebelum perahunya merapat, sudah berteriak ke arah desa nelayan, “Ular
besar ganas yang telah mengganggu kesejahteraan kita sudah mati. Mulai hari ini
silakan menjala ikan lagi dan desa kita pun akan bahagia seperti sedia kala!”
Setelah merapat ke darat, ia pun
berlari dan tidak peduli dengan orang-orang yang mengucapkan selamat kepadanya
ia terus mencari gadis cantik tunangannya itu. Tetapi setelah lelah mencari dan
belum juga didapati gadisnya itu, ia pun bertanya kepada para tetangga. Dengan berat
hati mereka memberitahukan soal kematian tunangannya tersebut.
Nelayan muda itu menangis
tersedu-sedu karena ia tahu tunangannya mati karena sedih membayangkan keadaan
dirinya yang buruk. Ia pergi dan menatap baik-baik perahu yang digunakannya dan
menemukan di situ memang banyak darah. Tetapi darah itu bukanlah darah
orang-orang yang mati, melainkan darah dari ular besar yang mereka lawan. Ia berpikir,
“Mungkin gara-gara darah ini maka bola kaca itu memancarkan warna merah. Dan,
karena itulah ia menganggap aku tidak beruntung. Karena ular itu besar dan
mengeluarkan darah berhari-hari, maka ia mengira aku dan teman-teman satu per
satu gugur dalam misi ini.”
Ia pun berduka cita karena
kepergian kekasihnya itu. Yang paling membuat dirinya menyesal seumur hidup
adalah ucapannya yang tidak terlalu lengkap yang membuat gadis kekasihnya sedih
dan akhirnya meninggal dunia.
Ia pergi ke kubur orang yang
dicintainya itu dan memeluk nisan yang ada di atasnya. Ia menangis tersedu-sedu
dan tidak bisa mengontrol dirinya sampai rebah di atas bunga-bunga merah yang
masih mekar pada hari terakhir mekarnya bunga. Tiba-tiba dari bunga besar yang
berwarna merah itu terlihat wajah gadis pujaannya sedang tersenyum manis
kepadanya. Gadis itu mengucapkan terima kasih atas perjuangannya mengalahkan
ular besar pengganggu itu.
Penduduk desa banyak yang
menyaksikan peristiwa mengharukan tersebut. Nelayan muda itu terus memeluk
bunga itu sampai akhirnya malam tiba, saat bunga itu harus mengatup dan tidak
bisa mekar kembali.
Para nelayan tidak tahu apa nama
bunga itu dan mereka berkeyakinan bahwa itulah bunga jelmaan si gadis cantik
tersebut. Dan, karena bunga itu mekar selama seratus hari, mereka pun menamakan
bunga itu Bai Ri Hong (bai = seratus, ri = hari, hong = merah).
Sampai sekarang di daerah Dong Bei setiap musim panas sampai musim gugur dapat
dilihat cantiknya bunga berwarna merah tersebut.
Moral Cerita :
Informasi yang tidak lengkap
kadang-kadang bisa menjerumuskan orang pada hal-hal yang kurang baik. Informasi
yang tidak lengkap bisa membuat orang menderita. Karena itu, jika ingin
menyampaikan suatu ajaran atau informasi sebaiknya dipersiapkan sedemikian rupa
dan jika sudah lengkap dan baik baru disampaikan, supaya orang tidak dibuat
salah-mengerti, apalagi sampai tersesat dan menderita.
Wednesday, June 27, 2012
Blind Spot
Renungan Pencerahan dari Maha Bhiksu Dutavira Sthavira
“Berilah orang bijak nasehat, maka ia akan menjadi lebih bijak. Ajarilah
orang benar, maka pengetahuannya akan bertambah.”
Semua pemain professional
memiliki pelatih, contohnya : pemain golf sehebat Tiger Woods sekalipun juga
memiliki pelatih. Padahal jika mereka berdua bertanding, jelas Tiger Woods-lah
yang akan memenangkan pertandingan tersebut. Mungkin kita bertanya-tanya,
mengapa Tiger Woods membutuhkan pelatih jika ia lebih hebat dari pelatihnya?
Kita harus tahu bahwa Tiger Woods
butuh pelatih bukan karena pelatihnya lebih hebat, namun karena ia butuh
seseorang untuk melihat hal-hal yang TIDAK DAPAT IA LIHAT SENDIRI. Hal yang
tidak dapat kita lihat dengan mata sendiri itulah yang disebut dengan BLIND
SPOT atau TITIK BUTA. Kita hanya bisa melihat BLIND SPOT tersebut dengan
bantuan orang lain.
Dalam hidup, kita butuh orang
lain untuk mengawal kehidupan kita, sekaligus untuk mengingatkan kita
seandainya prioritas hidup kita mulai bergeser. Kita butuh orang lain untuk
menasehati dan mengingatkan… bahkan menegur, jika kita mulai melakukan sesuatu
yang keliru… yang bahkan kita sendiri tidak pernah menyadarinya.
Kerendahan hati untuk menerima kritikan,
nasehat, dan teguran itulah yang justru akan menyelamatkan kita. Kita, manusia
biasa yang belum sempurna, biarkan orang lain menjadi “mata” bagi kita,
sehingga kita bisa melihat apa yang tidak bisa kita lihat dengan pandangan kita
sendiri.
Dari memperbaiki kesalahan,
sebenarnya kita belajar tentang :
Peluang, Tahu yang Benar, Tahu Malu, dan Tahu Cara Berubah. Diingatkan dan belajar dari situasi, bertindak,
memperbaiki, dan mawas diri untuk menjadi pribadi yang lebih baik setiap
harinya.
Di mana pun kita berada, sesulit
apapun keadaan kita… yakinlah bahwa kita sedang digerakkan ke arah yang lebih
baik lagi. Tetap berusaha dan selalu bersyukur.
Monday, June 25, 2012
Jadilah Cantik Dalam Arti Sesungguhnya
Suatu pagi seorang gadis berkata pada ibunya :
“Ibu… Ibu selalu terlihat cantik, aku pun ingin sepertimu
selalu cantik… beritahu aku caranya Bu….”
Dengan tatapan lembut penuh sayang dan senyum kasih, sang
Ibu pun menjawab :
“Putriku…
Untuk bibir menarik… ucapkanlah selalu perkataan yang baik…
Untuk pipi lesung menawan… tebarkanlah senyum ikhlas yang
tulus…
Untuk mata indah bercahaya… lihatlah hanya kebaikan orang
lain saja…
Untuk tubuh langsing… sisihkan makanan untuk fakir miskin…
Untuk jemari tangan lentik… hitunglah kebajikan yang telah
diperbuat…
Untuk wajah putih cemerlang… bersihkan hatimu dari kekotoran
batin…”
“Putriku…
Janganlah sombong akan kecantikan fisik
Karena itu semua akan pudar oleh waktu
Kecantikan sesungguhnya ada dalam perilaku
Itulah kecantikan yang tidak akan pudar
Cantik sejalan waktu, tetap cantik walaupun oleh kematian…
Jadilah cantik dalam arti sesungguhnya… Putriku.”
Sang gadis mengerti bahwa rahasia kecantikan ibunya terletak
pada perbuatan semata, sesungguhnya kebajikan itu selalu indah adanya…
Wednesday, June 20, 2012
Empat Orang Pandai dan Seekor Harimau Benggala
Alkisah, di Benggala, yang
terletak di dekat sungai Gangga di India, hiduplah empat pria Brahmana yang
pandai dan bijak. Mereka sudah saling mengenal seumur hidup mereka, sehingga ke
mana pun, mereka selalu pergi bersama. Meski begitu, tingkat kepandaian dan
kearifan empat pria ini berbeda-beda.
Benggala, selain dikenal akan
warisan kearifan leluhur dan keindahan alam serta hutan-hutannya, memiliki
harimau Benggala, makhluk yang cantik namun buas dan kuat.
Suatu hari, empat orang pandai
ini memutuskan untuk mengabdikan kepandaian yang mereka miliki kepada sang
raja. Maka, mereka berjalan kaki bersama-sama menuju kota. Sambil berjalan,
mereka sibuk membicarakan rencana mereka kelak.
“Sudah pasti, sang raja ingin
kita melayani beliau bersama-sama, karena kita berempat sama-sama pandai dan
bijak,” ujar orang pandai pertama.
“Pastinya begitu. Nanti, saat
kita sudah resmi dijadikan penasihat raja, sebaiknya kita membagi uang yang
kita dapat dari raja secara merata,” sahut orang pandai kedua.
Namun, orang pandai ketiga
menggelengkan kepalanya. “Ah, aku tidak setuju! Sebenarnya, hanya kita bertiga
yang merupakan orang pandai sejati.” Setelah mengucapkan kalimat itu, mereka
bertiga menoleh ke arah teman mereka, orang pandai keempat, yang berjalan
paling belakang. Memang, orang pandai keempat ini tak sepandai teman-temannya,
tetapi ia memiliki talenta tersendiri, yaitu akal sehat.
Orang pandai keempat menyadari
ketiga temannya tengah menyindirnya. Ia mengangguk ke arah mereka. “Aku setuju
bahwa aku tidak sepandai kalian. Tetapi, akal sehat yang aku miliki sama
pentingnya bagi raja. Bukankah begitu?”
Orang pandai pertama
menggelengkan kepalanya. “Engkau adalah orang yang bijak, itu betul, tetapi
tidak begitu terpelajar seperti kami karena engkau tidak membaca buku sebanyak
kami.”
“Aku sudah belajar cukup banyak
dari hidup ini,” debat orang pandai keempat.
“Tetapi, sudah berapa banyak buku
yang engkau baca?” salah seorang temannya bertanya.
Orang pandai pertama, kedua, dan
ketiga lantas mulai menghitung jumlah buku-buku yang sudah mereka pelajari.
“Wah, jumlahnya sudah mencapai ratusan buku,” kata mereka dengan bangga.
“Engkau tidak punya pengetahuan sebesar kami.”
“Akal sehatku sudah merupakan
anugerah yang bagus,” orang pandai keempat berusaha menyakinkan teman-temannya.
“Akal sehat tak ada gunanya!”
tukas orang pandai pertama. “Kelak, di istana raja, kita akan menghadapi
masalah-masalah yang pelik untuk dipecahkan.”
“Pengetahuan besar yang kami
miliki bisa membantu sang raja merancang peperangan hebat, mengatur penataan
kota, mengelola kerajaannya, dan yang terpenting, mengambil keputusan,” ujar
orang pandai kedua.
“Sayang sekali, engkau tidak
belajar sebanyak kami,” kata orang pandai ketiga sambil menggelengkan
kepalanya.
Akhirnya, orang pandai keempat
terdiam. Ia merenungkan perkataan teman-temannnya. Jangan-jangan mereka benar,
pikirnya. Mungkin, seharusnya ia membaca lebih banyak buku. Mungkin, seharusnya
ia belajar terus siang dan malam, seperti yang selalu dilakukan teman-temannya.
Ia pun mulai meragukan akal sehat yang ia miliki – apakah akal memang ada
gunanya atau tidak.
“Sepertinya kalian benar,” ujar
orang pandai keempat akhirnya, sambil mengembus napas panjang. Karena mereka
bercakap-cakap sambil terus berjalan, kini di
kejauhan, ia sudah bisa melihat kota yang hendak mereka tuju. Ia mulai
bertanya-tanya, apakah sebaiknya ia berbalik dan pulang saja ke rumah.
Tepat ketika orang pandai keempat
hendak memanggil teman-temannya, rombongan itu menemukan tulang-belulang hewan
yang tergeletak berserakan di satu sisi jalan.
Sepasang mata orang pandai
pertama langsung bersinar-sinar. “Nah, sekarang engkau bisa melihat betapa
pentingnya kepandaian itu!” serunya dengan riang. “Aku, dengan pengetahuan yang
kumiliki, bisa menyusun tulang-tulang makhluk ini menjadi susunan kerangka yang
tepat.”
Orang pandai kedua tak mau kalah.
“Benar, engkau memang bisa melakukan itu,” katanya, “tetapi, jauh lebih penting
dari itu, aku bisa menumbuhkan daging pada kerangka tulang makhluk ini.”
Orang pandai ketiga ikut maju ke
depan. “Ah, kalian berdua ini memang terpelajar, dan aku menghormati kepandaian
kalian, tetapi pengetahuan yang kumiliki adalah pengetahuan yang tertinggi,
karena aku bisa menghidupkan kembali makhluk yang sudah mati ini.”
Mereka pun memutuskan untuk
membuktikan omongan mereka. sementara mereka mulai bekerja, orang pandai
keempat hanya terdiam sambil memperhatikan teman-temannya.
“Benar, kalian memang sangat
pandai karena bisa menyusun tulang-tulang ini menjadi makhluk hidup. Aku tidak
punya pengetahuan sebesar kalian,” ia mengaku. “Tetapi, aku tidak bodoh dan
bisa mengenali makhluk apa ini. Ini adalah harimau. Harimau yang sangat besar!
Aku mohon, kalian mempertimbangkan kembali apa yang sedang kalian lakukan.
Menghidupkan kembali harimau sebesar ini berbahaya bagi kita berempat!”
Ketiga temannya menoleh sekilas
padanya, lantas tertawa terbahak-bahak. “Dasar bodoh!” ejek mereka. “Kami sih
sama sekali tidak takut.”
“Baiklah,” ujar orang pandai
keempat, “terserah kalian saja. Tetapi jika kalian masih ingin pamer kepandaian
dengan menghidupkan makhluk buas ini, aku memilih untuk naik ke atas pohon
ini.” Setelah berkata demikian, ia pun langsung memanjat pohon di dekat mereka
secepat kilat, lantas duduk di cabang yang paling tinggi, jauh di atas
teman-temannya yang sibuk bekerja di bawah.
Orang pandai pertama
menyelesaikan bagiannya, dan dengan bangga ia mengumumkan : “Tulang-belulang
itu sudah tersusun! Apa kubilang, aku bisa melakukannya dengan sangat tepat.
Tak ada satu pun kesalahan!”
Orang pandai kedua tak mau kalah.
Ia menutupi setiap jengkal tulang itu dengan daging dan kulit yang cantik. Ia
pun membanggakan hasil karyanya.
Orang pandai ketiga melangkah
maju dengan pongah. “Sekarang semua harap diam, karena aku harus berkonsentrasi
penuh dalam tugas yang paling penting ini. Aku bisa menghidupkan makhluk ini
dengan pengetahuan yang kumiliki.”
Ia membungkukkan tubuh di atas
makhluk yang terdiam kaku itu, dan mulai mengucapkan mantra-mantra.
Setelah ia selesai, semua orang
pandai, yang berada di bawah maupun di atas pohon, menahan napas mereka dengan
tegang. Semenit, dua menit, makhluk itu masih tak bergerak.
Tapi kemudian, secara
perlahan-lahan, kehidupan mulai menjalari tubuh makhluk itu. Kini, harimau
Benggala yang besar itu berdiri tegak di atas keempat kakinya, meregangkan
otot-ototnya, dan menoleh ke tiga manusia di dekatnya. Ia menjilati mulut
dengan lidahnya yang besar, lantas, dengan auman keras, ia menerjang tiga pria
malang itu.
Dari tempatnya yang aman, jauh di
atas pohon, orang pandai keempat hanya bisa menatap kekacauan di bawah.
Teman-temannya pontang-panting berlarian menghindari serangan harimau buas itu.
“Kalian boleh pandai dan punya
pengetahuan besar,” katanya, “tetapi, pada akhirnya, akal sehatlah yang paling
penting!”
Sumber : Media Kawasan edisi Juni
2012 (Cerita Rakyat India, diadaptasi oleh Amy Friedman).
Monday, June 18, 2012
Renungan Tentang Hidup
- Uang bukanlah segala-galanya. Uang serba bisa, tidak ada uang juga tidak bisa. Jangan mengukur segalanya dengan uang… janganlah terlalu berhitungan dengan uang. Uang tidak bisa dibawa mati! Lahir tidak membawa apa-apa, mati pun sama. Orang bijak bisa mencari uang, tapi bisa juga menggunakan uang. Jadilah “majikan” uang, jangan jadi “budak” uang.
- Bila membandingkan ke atas kita selalu merasa kekurangan, jika membandingkan ke bawah kita akan merasa berlebih. Bila bisa merasa cukup dan mensyukuri apa yang dipunyai, kita bisa gembira dan bahagia, maka bersyukurlah dengan apa yang kita punyai.
- Harta, kekayaan, kedudukan dan kehormatan hanya sementara, yang terbaik dan terpenting adalah perilaku yang baik, bisa membantu orang lain. Tidak berbuat hal yang bodoh, tercela, buruk atau jahat.
- Kasih orang tua kepada anak tidak ada batasnya, tapi kasih anak terhadap orang tua ada batasnya. Anak sakit, hati orang teriris, tapi orang tua sakit, anak cuma menengok atau bertanya saja. Anak memakai uang orang tua sudah seharusnya, tapi orang tau memakai uang anak tidak bisa leluasa. Rumah orang tua adalah rumah anak, tapi rumah anak bukanlah rumah orang tua. Orang tua selalu memberi tanpa pamrih dan dianggap kesenangan, tapi anak memberi dengan pamrih dan belum tentu senang. Bila mengharapkan balasan buat pusing sendiri.
- Harus berolahraga, tapi tidak boleh berlebihan, yang penting melatih diri agar hidup teratur dan bisa selalu sehat, karena kesehatan adalah kekayaan kita. Makan jangan terlalu diet ketat, bisa kekurangan vitamin dan nutrisi. Makan terlalu banyak juga tidak tercerna tubuh. Terlalu santai bisa kesepian, terlalu sibuk juga bisa pusing.
- Bila sakit mengharapkan siapa? Anak-anak? Suami atau istri? Bila sakit lama… apakah ada anak yang berbakti? Apakah ada suami/istri yang setia? Mengurus diri sendiri saja sudah tidak bertenaga. Mengharapkan dari uang? Ya… hanya dengan uang bisa membayar perawat.
- Sehari berlalu, berarti umur berkurang sehari, bila kita lewati hari ini dengan gembira… sungguh beruntung. Waktu cepat berlalu, hidup itu singkat dan sukar, dalam sekejap tak terasa kita memasuki masa tua.
- Sisa hidup semakin pendek, yang bisa kita makan… makanlah. Sisa hidup semakin pendek, yang bisa kita pakai… pakailah. Sisa hidup semakin pendek, kalau masih bisa bermain… bermainlah. Itulah kehidupan!
Wednesday, June 13, 2012
Bulan Sedang Melihatmu
Dahulu kala ada satu keluarga
yang sangat miskin sekali. Mereka sering mencuri sayuran di kebun tetangga
mereka untuk makan.
Suatu malam, orang miskin itu
mengajak anak terkecilnya untuk mencuri beberapa lobak dari kebun tetangga mereka.
Saat ia mencabut beberapa lobak, anaknya yang berdiri di belakangnya, tiba-tiba
berbisik dengan keras, “Pa… Pa… ada yang sedang melihatmu!”
Ayahnya menjadi sangat ketakutan,
kemudian ia melihat sekeliling dengan cemas, tapi ia tidak melihat siapa pun
juga. “Mana? Siapa? Dimana?” ia bertanya dengan penuh takut. Kemudian anaknya
menunjuk ke langit dan berkata, “Itu…. Pa. Bulan! Bulan sedang melihatmu.”
Ayahnya sangat kaget dengan
perkataan anaknya. Dia berpikir tak seorang pun melihat apa yang dilakukannya
di kegelapan malam, tapi anak terkecilnya ini berkata bahwa : Bulan sedang
melihat perbuatannya.
Dengan perkataan yang lugu ini,
membuatnya jadi sadar bahwa dia telah melakukan sebuah kesalahan besar dan
merasa sangat menyesal. Akhirnya dia mengembalikan sayuran lobak itu dan
meninggalkannya di kebun. Kemudian dengan menggandeng tangan anaknya, mereka
pun berjalan pulang ke rumah di bawah sinar rembulan.
Pesan Dharma Dari Kisah Renungan Ini Adalah :
Dalam kehidupan sekarang ini,
sudah berapa banyak kesalahan yang telah kita lakukan? Yang mana perbuatan
salah itu kita rasa tidak dilihat oleh orang lain.
Pernahkah terpikir dalam benak
kita, walaupun orang lain tidak mengetahui apa yang telah dilakukan, tetap ada
orang yang selalu sangat dekat dengan kita, ia akan mengikuti kemana pun kita
pergi, melihat, memperhatikan dan mendengarkan apa yang kita perbuat. Orang itu
adalah : diri kita sendiri.
Tidak ada kata terlambat untuk
merubah diri sendiri untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Jika ada kemauan
untuk merubah diri jadi lebih baik, pasti semua bisa berubah jadi lebih baik.
Dengan cara kita belajar untuk “jujur” pada diri sendiri, dari
kejujuran akan banyak hal yang bisa kita peroleh dalam menjalani kehidupan ini,
seperti teman, sahabat, atau guru yang baik (Kalyana Mitra).
Jagalah hati, ucapan dan
perbuatan untuk selalu bajik, motivasikan diri berubah menjadi pribadi yang
lebih baik. Selalu belajar untuk hidup lebih maju.
Tuesday, June 12, 2012
Hati Gembira adalah Obat
- Jika orang bisa sabar atau gembira selama 5 menit saja, maka sistem immunitas tubuhnya akan stabil atau naik selama 6 jam. Orang sabar, sistem immunitas tubuhnya selalu stabil. Hati gembira, sistem immunitas tubuh akan naik selama 6 jam, ia senantiasa sehat.
- Jika orang tidak membiarkan dirinya stress, maka ia tidak akan mengalami gangguan pencernaan, pencernaannya sehat. Orang yang bisa terima kondisi dan bebas stress, pencernaannya sehat.
- Jika orang tidak merasa khawatir, maka ia tidak akan mudah terkena penyakit nyeri punggung, tulang punggungnya sehat. Orang yang pikirannya tenang, tulang punggungnya sehat.
- Jika orang tidak mudah tersinggung, maka tidak akan terkena insomnia atau penyakit susah tidur, ia mudah tidur. Orang yang besar hati dan berjiwa besar, ia mudah tidur dan kualitas tidurnya sehat.
- Jika orang tidak kebingungan, maka ia tidak akan terkena gangguan tulang belakang bagian bawah, tulang belakangnya pasti sehat. Orang yang hatinya mantap, tulang belakangnya pasti sehat.
- Jika orang bisa berani, tidak membiarkan dirinya merasa takut berlebihan, maka ia tidak akan terkena penyakit gangguan ginjal, ginjalnya sehat. Orang yang berani, ginjalnya sehat.
- Jika orang selalu positive thinking, tidak ber-negative thinking, maka ia tidak akan terkena penyakit kesulitan mencerna / Dyspepsia. Orang yang positive thinking, pencernaannya lancar dan sehat.
- Jika orang selalu sabar, tidak mudah emosi apalagi marah, maka ia tidak rentan terhadap penyakit hepatitis, hatinya sehat. Orang sabar, hatinya sehat.
- Jika orang selalu optimis, tidak sering merasa apatis, dan ada kepedulian pada orang di sekelilingnya, maka kekebalan tubuh / immunitas tubuhnya terjaga baik, tidak ada potensi mengalami penurunan kekebalan tubuh, ia bisa senantiasa sehat. Orang optimis, sistem immunitas tubuhnya baik, ia senantiasa sehat.
- Jika orang bisa melihat persoalan apa adanya, tidak menganggap sepele semua persoalan, maka ia tidak mudah terkena penyakit Diabetes, kadar gula dalam darahnya selalu stabil. Orang yang melihat persoalan apa adanya, kadar gula dalam darahnya selalu stabil.
- Jika orang bisa adaptasi dengan lingkungan, ia tidak merasa kesepian, maka ia tidak terkena penyakit Demensia Senelis atau berkurangnya memori dan kontrol fungsi tubuh, kemampuan memori dan fungsi kontrol tubuhnya sehat. Orang yang bisa adaptasi dengan lingkungan, kemampuan memori dan fungsi kontrol tubuhnya sehat.
- Jika orang selalu riang gembira dan percaya diri, tidak mudah bersedih dan merasa rendah diri, maka darah putihnya sehat, ia tidak bisa terkena penyakit Leukimia atau Kanker Darah Putih. Orang selalu riang gembira dan percaya diri, darah putihnya selalu sehat.
- Jika orang bisa melepas beban batin, tidak menyimpan kepahitan atau dendam, maka immunitas tubuhnya selalu hidup, jauh dari segala penyakit (stress, kolesterol tinggi, pemicu tekanan darah tinggi, gangguan jantung, remautik, arthritis, stroke, pendarahan, atau penyumbatan pembuluh darah) ia senantiasa sehat. Orang yang bisa melepas beban batin, sistem immunitas atau kekebalan tubuhnya selalu hidup, ia senantiasa sehat!
Mari selalu bersyukur atas segala
perkara yang telah terjadi, karena dengan bersyukur, hati jadi gembira dan
menimbulkan energi positif dalam tubuh yang dapat mengusir segala
penyakit-penyakit tersebut di atas.
Hati gembira adalah
obat. Sumber buku “The Healing”.
Friday, June 8, 2012
Kura-kura yang Bawel
Rasanya kita semestinya belajar
untuk berdiam diri pada usia yang lebih dini dalam kehidupan kita : karena hal
itu mungkin dapat menolong kita menghindari banyak kesulitan pada kemudian
hari. Saya menceritakan kisah berikut ini kepada anak-anak yang datang
berkunjung mengenai betapa pentingnya untuk berdiam diri.
Pada zaman dahulu kala, di sebuah
danau di suatu pegunungan, hiduplah seekor kura-kura yang bawel. Kapan pun dia
bertemu dengan para binatang yang hidup di sekitarnya, dia akan berbicara
begitu banyak dan begitu lama kepada mereka, tanpa jeda, yang membuat para
pendengarnya menjadi bosan, lantas terganggu, dan akhirnya jengkel. Mereka
sering merasa heran bagaimana si kura-kura bisa berbicara terus-menerus tanpa
menarik napas. Mereka pikir si kura-kura pasti bernapas melalui kupingnya,
karena dia tak pernah memakai kupingnya untuk mendengar. Dia adalah kura-kura
yang begitu bawel sampai-sampai para kelinci akan bergegas menyelam ke
liangnya, para burung akan terbang ke puncak-puncak pohon yang tinggi, dan para
ikan akan bersembunyi di balik batu karang ketika mereka melihat si kura-kura
mendekat. Mereka tahu bahwa mereka akan mati kutu selama berjam-jam jika si
kura-kura mulai berbicara kepada mereka.
Si kura-kura bawel ini sebenarnya
cukup kesepian karenanya.
Setiap tahun pada musim panas,
sepasang angsa putih yang elok datang berlibur di danau pegunungan itu. Mereka
baik hati karena membiarkan si kura-kura berbicara kepada mereka sebanyak yang
dia sukai. Atau barangkali itu karena mereka tahu bahwa mereka cuma pelancong
yang tinggal selama beberapa bulan saja. Si kura-kura bawel memuja sepasang
angsa itu. Dia akan berbicara kepada mereka sampai bintang-bintang di langit
berhenti berkelap-kelip, dan kedua angsa tersebut senantiasa mendengarkan
dengan sabar.
Ketika musim panas memudar dan
hari-hari mendingin, sepasang angsa itu bersiap untuk pulang kampung. Si
kura-kura bawel mulai menangis. Dia benci dingin, dan juga merasa kehilangan
teman-temannya. “Andai saja saya bisa ikut pergi bersama kalian,” desahnya.
“Kadang, ketika salju menutupi lereng dan danau, saya membeku, saya akan merasa
begitu kedinginan dan kesepian. Kami, para kura-kura, tidak bisa terbang. Dan
jika saya harus berjalan, baru sedikit perjalanan saja, waktunya sudah tiba
untuk berbalik pulang. Kura-kura berjalan sangat lambat.”
Belas kasihan kedua angsa
tersebut tersentuh oleh kesedihan si kura-kura bawel. Karena itu mereka
mengajukan sebuah tawaran.
“Kura-kura sayang, jangan
menangis. Kami dapat membawamu, jika kamu bersedia memegang satu janji saja.”
“Ya! Ya! Saya janji!” kata si
kura-kura bawel dengan bergairah, tanpa mengetahui lebih dahulu apa janji yang
harus dia tepati. “Kami para kura-kura selalu menepati janji kami. Pernah, saya
ingat beberapa hari lalu saya berjanji kepada bung kelinci untuk berdiam diri
selama beberapa hari saja setelah saya memberi tahu dia segala sesuatu tentang
perbedaan jenis cangkang kura-kura dan….”
Satu jam kemudian, ketika si
kura-kura berhenti bicara, dan para angsa sempat melanjutkan kata-katanya,
mereka berkata, “Kura-kura, kamu harus berjanji untuk tetap menutup mulutmu!”
“Gampang!” kata si kura-kura
bawel. “Sebetulnya, kami kura-kura terkenal sanggup menutup mulut kami dengan
baik. Kami sebenarnya jarang sekali berbicara. Saya pernah menjelaskan hal ini
kepada seekor ikan belum lama ini….”
Kemudian satu jam lagi, ketika si
kura-kura bawel diam sejenak, sepasang sangsa itu menyuruh si kura-kura untuk
menggigit bagian tengah dari sebuah tongkat kayu yang panjang dan memastikannya
tetap tutup mulut. Lalu salah satu angsa memegang satu ujung dari tongkat itu
dengan paruhnya, dan angsa kedua mengatupkan paruhnya pada ujung yang lain.
Mereka lalu mengepak-ngepakkan sayapnya dan … tak terjadi apa-apa! Si kura-kura
bawel ternyata terlalu berat. Mereka yang banyak bicara cenderung juga banyak
makan. Dan si kura-kura bawel itu begitu gemuknya sampai kadang-kadang dia
tidak muat masuk ke dalam cangkangnya sendiri.
Angsa-angsa itu lalu memilih
sebatang tongkat yang lebih ringan. Lantas, dengan kedua angsa menggigit
masing-masing ujung tongkat, dan si kura-kura bawel menggigit bagian tengahnya,
sepasang angsa itu mengepak-ngepakkan sayap kuat-kuat – ini belum pernah
dilakukan oleh angsa-angsa lain sebelumnya, dan membumbung ke udara. Dengan kedua
angsa mengangkat tongkat; dan tongkat mengangkat si kura-kura.
Inilah pertama kalinya, dalam
sejarah dunia kita, ada seekor kura-kura terbang!
Lebih tinggi dan lebih tinggi
lagi mereka terbang menjulang. Makin lama danau si kura-kura bawel makin tampak
mengecil. Bahkan gunung yang besar pun sekarang terlihat mungil di kejauhan. Si
kura-kura melihat pemandangan menakjubkan yang belum pernah dilihat oleh
kura-kura mana pun. Dia mencoba mengingat baik-baik pengalaman itu, supaya
dapat menceritakannya kepada teman-temannya, tentu saja, bila dia pulang nanti.
Mereka terbang melintasi
pegunungan dan turun menuju lembah. Semuanya lancer-lancar saja sampai,
kira-kira jam setengah empat sore, ketika mereka melintasi sebuah sekolah di
mana murid-muridnya baru bubaran. Seorang anak laki-laki tanpa sengaja melihat
ke langit. Menurut Anda, apa yang dilihatnya? Kura-kura terbang!
“Hei!” dia berteriak kepada
temna-temannya. “Lihat! Ada kura-kura bodoh terbang!”
Mendengar itu, si kura-kura tak
dapat menahan dirinya. “Siapa yang kamu bilang… uups! … boo… dooo… hhh!”
“BRAAKKH!” terdengar suara keras
saat tubuh si kura-kura menghantam tanah. Dan itu adalah suara terakhir yang
dapat dia keluarkan (cerita ini berdasarkan Cerita Jàtaka No. 215).
Si kura-kura bawel tewas karena
dia tidak dapat menutup mulutnya pada saat benar- benar diperlukan.
Jadi, jika Anda tidak belajar
bagaimana berdiam diri pada saat yang tepat, dan bilamana saat itu benar-benar
penting, Anda tak akan mampu menutup mulut Anda lagi. Bisa jadi Anda akan
berakhir sebagai hamburger, seperti si kura-kura bawel itu.
Sumber : Si Cacing dan Kotoran
Kesayangannya oleh Ajahn Brahm
Subscribe to:
Posts (Atom)
Popular Posts
-
Janganlah berbuat jahat Tanamlah sebanyak-banyaknya kebajikan Sucikan hati dan pikiran Itulah ajaran para Buddha Membunuh dan kar...
-
Pada suatu hari saat Sang Buddha berdiam di Anatapindika Jetavana Arama, pada waktu itu Ananda bertanya : Mengapa nasib /akibat Karma se...
-
Semasa hidup Sang Buddha, kota Savatthi merupakan ibukota kerajaan Kosala yang diperintah oleh Raja Pasenadi Kosala. Beliau, putra Maha ...
-
Sally baru berumur delapan tahun ketika dia mendengar mama dan papa berbicara tentang adik kecilnya, Georgi. Georgi sakit keras dan mereka...
-
Pada suatu hari di sebuah kota kecil di Taiwan, seorang supir taksi yang sedang dalam perjalanan pulang ketika dia mendengar suara menakutka...
-
FYI, trenggiling adalah binatang pemakan serangga, terutama semut dan rayap. Seorang pejabat Tiongkok beserta beberapa kolega, ketika...
-
Lanjut lagi jalan-jalan ke Belitung - Day 3 Dari hari pertama liatnya pantai dan laut, sekarang mari kita jelahahi pesona lain di Pulau B...
-
Sebuah Renungan Motivasi Sumber foto : http://wishesmessages.com/thank-you-messages-for-dad-thank-you-notes-for-father/ Pada detik-de...
-
Saya ingin berbagi cerita pendek yang menurut saya sungguh menyentil sanubari kita, terutama untuk orang Indonesia. Cerita ini saya dap...
-
Alkisah, di suatu daerah terpencil hiduplah seorang ibu & anak gadisnya yang tunggal. Ibu ini sangat bersyukur karena mempunyai an...