Pages

Saturday, February 18, 2012

Suara yang Paling Indah


Seorang tua yang tak berpendidikan tengah mengunjungi sebuah kota besar untuk pertama kali dalam hidupnya. Dia dibesarkan di sebuah dusun di pegunungan yang terpencil, bekerja keras membesarkan anak-anaknya, dan kini sedang menikmati kunjungan perdananya ke rumah anak-anaknya yang modern.
Suatu hari, sewaktu dibawa berkeliling kota, orang tua itu mendengar suara yang menyakitkan telinga. Belum pernah dia mendengar suara yang begitu tidak enak didengar semacam itu di dusunnya yang sunyi. Dia bersikeras mencari sumber bunyi tersebut. Dia mengikuti sumber suara sumbang itu, dan dia tiba di sebuah ruangan di belakang sebuah rumah, di mana seorang anak kecil sedang belajar bermain biola.
“Ngiiik! Ngoook!” berasal dari nada sumbang biola tersebut.
Saat dia mengetahui dari putranya bahwa itulah yang dinamakan “biola”, dia memutuskan untuk tidak akan pernah mau lagi mendengar suara yang mengerikan tersebut.
Hari berikutnya, di bagian lain kota, orang tua ini mendengar sebuah suara yang seolah membelai-belai telinga tuanya. Belum pernah ia mendengar melodi yang seindah itu di lembah gunungnya, dia pun mencoba mencari sumber suara tersebut. Ketika sampai ke sumbernya, dia tiba di ruangan depan sebuah rumah, di mana seorang perempuan tua, seorang maestro, sedang memainkan sonata dengan biolanya. Seketika, si orang tua ini menyadari kekeliruannya, suara tidak mengenakkan yang didengarnya kemarin bukanlah kesalahan dari biola, bukan pula salah sang anak. Itu hanyalah proses belajar seorang anak yang belum bisa memainkan biolanya dengan baik.
Dengan kebijaksanaan polosnya, orang tua itu berpikir bahwa mungkin demikian pula halnya dengan agama. Sewaktu kita bertemu dengan seseorang yang menggebu-gebu terhadap kepercayaannya, tidaklah benar menyalahkan agamanya. Itu hanyalah proses belajar seorang pemula yang belum bisa memainkan agamanya dengan baik. Sewaktu kita bertemu dengan seorang bijak, seorang maestro agamanya, itu merupakan pertemuan indah yang menginspirasi kita selama bertahun-tahun, apa pun kepercayaan mereka.
Namun, ini bukanlah akhir cerita.
Hari ketiga, di bagian lain kota, si orang tua mendengar suara lain yang bahkan melebihi kemerduan dan kejernihan suara sang maestro biola. Menurut Anda, suara apakah itu?
Melebihi indahnya suara aliran air pegunungan pada musim semi, melebihi indahnya suara angin musim gugur di sebuah hutan, melebihi merdunya suara burung-burung pegunungan yang berkicau setelah hujan lebat. Bahkan melebihi keindahan hening pegunungan sunyi pada suatu malam musim salju. Suara apakah gerangan yang telah menggerakkan hati si orang tua melebihi apa pun itu?
Itu suara sebuah orkestra besar yang memainkan sebuah simfoni.
Bagi si orang tua, alasan mengapa itulah suara terindah di dunia adalah, pertama, setiap anggota orkestra merupakan maestro alat musiknya masing-masing; dan kedua, mereka telah belajar lebih jauh lagi untuk bisa bermain bersama-sama dalam harmoni.
“Mungkin ini sama dengan agama,” pikir si orang tua. “Marilah kita semua mempelajari hakikat kelembutan agama kita melalui pelajaran-pelajaran kehidupan. Marilah kita semua  menjadi maestro cinta kasih di dalam agama masing-masing. Lalu, setelah mempelajari agama kita dengan baik, lebih jauh lagi, mari kita belajar untuk bermain, seperti halnya para anggota sebuah orkestra, bersama-sama dengan penganut agama lain dalam sebuah harmoni!”
Itulah suara yang paling indah.
Sumber : Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya oleh Ajahn Brahm.

Friday, February 10, 2012

Mendengarkan Dengan Tidak Bijaksana

Pada suatu sore, telepon berdering di wihara kami.
“Ajahn Brahm ada?” tanya si penelepon dengan tidak sabaran.
“Maaf,” jawab si perempuan Asia yang santun, yang kebetulan menerima telepon itu. “Beliau sedang beristirahat di kamarnya. Silakan telepon lagi setelah tiga puluh menit.”
“Hhhh! Dia akan mati dalam tiga puluh menit,” geram si penelepon lalu dia menutup teleponnya.
Dua puluh menit kemudian, ketika saya keluar dari kamar, si perempuan tua Asia ini duduk terpaku dengan wajah pucat pasi dan gemetaran. Yang lainnya berkerumun di sekitarnya, mencoba mencari tahu masalahnya, tetapi ia terlalu kaget untuk berbicara. Setelah saya membujuknya, dia bergumam, “Seseorang akan datang membunuh Anda!”
Saya tengah memberikan bimbingan kepada seorang pemuda Australia sejak dia dinyatakan positif mengidap HIV. Saya mengajarkan dia meditasi dan kiat-kiat bijaksana lainnya untuk menolongnya menghadapi penyakitnya. Sekarang dia sudah mendekati ajal. Kemarin saya baru saja mengunjunginya dan menunggu telepon dari pasangannya, kapan saja. Segera saja saya bisa mengira apa maksud telepon tersebut. Bukan saya yang akan mati dalam tiga puluh menit, melainkan si pemuda yang kena AIDS itu.
Saya bergegas ke rumahnya dan menemuinya sebelum dia meninggal. Untungnya, saya juga sempat menerangkan kesalahpahaman tersebut kepada si perempuan Asia sebelum dia ikut-ikutan meninggal, karena kaget!
Seberapa sering apa yang dimaksudkan dan apa yang kita dengar tidaklah sama?
Sumber : Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya oleh Ajahn Brahm.

Friday, February 3, 2012

Belum Jelas Jangan Berprasangka Buruk

Y.A Maha Bhiksu Dutavira Sthavira (Suhu Benny) 
Dalam masyarakat, hubungan manusia dengan manusia lazimnya saling memberi nilai. Hal ini menjadi tidak baik, bila sebelum jelas, telah berprasangka buruk. Prasangka buruk dapat menimbulkan rasa sakit dan menderita, dapat melukai jiwa dan menghalangi keberuntungan hidup. Untuk itu, Suhu menyampaikan kisah nyata seorang veteran perang bernama Suryo (red: bukan nama sebenarnya) yang mengalami cedera di kakinya, sehingga cacat, dan ia harus menggunakan kursi roda serta berobat jalan. Untuk bepergian ia biasa diantar oleh istrinya.
Pada suatu hari Suryo harus ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan rutin. Saat itu istrinya tidak dapat mengantarnya, maka ia memanggil taksi. Dari awal ia duduk, ia sering melihat pengemudi taksi itu mencuri pandang, seperti ada sesuatu yang aneh di dirinya. Karena berulang kali, timbul rasa khawatir dan jengkel di benaknya. Rasa antipati itu semakin berlebihan, karena jalan yang dilalui taksi itu berbeda dengan jalan yang biasa dilaluinya, jaraknya menjadi lebih jauh dan lama. Tiba di rumah sakit, argo taksi menunjukkan angka enam puluh ribu rupiah. Ia berpikir, seandainya pengemudi taksi menggunakan jalan yang diinginkannya, maka ia hanya membayar empat puluh ribu rupiah. Begitu emosinya, ia membayar dengan melempar uang ke kursi di samping pengemudi.
Dengan tenang tanpa ekspresi marah, pengemudi taksi mengambil uang itu, membantu Suryo turun dari taksi dan duduk di kursi roda, kemudian memasukkan uang itu ke saku baju Suryo seraya berkata, “Lain kali jangan lewat di jalan yang di sana, karena saat ini jalan tersebut rusak parah, Bapak akan merasa tidak nyaman dan sakit.” Dengan perasaan heran Suryo berkata, “Uangnya tidak diambil Pak?” Pengemudi taksi menjawab, “Melihat Bapak, saya teringat kepada mendiang ayah saya. Saat-saat terakhir hidupnya, beliau pun harus selalu duduk di kursi roda.” Suryo merasa sangat menyesal telah berprasangka buruk kepada orang yang demikian baik dan kisah ini diceritakan kepada Suhu.
Teman-teman se-Dharma, dalam perjalanan hidup ini banyak hal yang mudah menyebabkan timbul prasangka buruk terhadap orang yang telah atau baru dikenal, seperti melihat perbuatan atau sikap seseorang, saat berdiskursi dengan orang lain, dan lain-lain. Dalam kehidupan sehari-hari orang memiliki keinginan yang berlebihan atau pernah mengalami kegagalan dan timbul trauma di dalam diri, maka ia pun mudah merasa takut akan mengulangi kegagalan lagi, sehingga sering terjebak di dalam prasangka buruk. Untuk itu, ada beberapa hal yang ingin Suhu sampaikan :
  1. Bila timbul rasa curiga dan kuatir dalam diri Anda, atau Anda merasa diperlakukan tidak adil, dirugikan, dan lain-lain, carilah penjelasannya dengan bertanya baik-baik.
  2. Prasangka buruk dapat melukai batin dan merugikan diri sendiri, dapat menutup atau mengurangi keberuntungan hidup.
  3. Belajarlah untuk “berani mengalah” identik dengan tidak memaksakan kehendak kepada orang lain. Karena benar menurut pemikiran Anda belum tentu dapat diterima oleh orang lain. Bayangkan bila dimanapun Anda berada, Anda selalu ingin menang, apakah Anda tidak menjadi orang yang egois dan mempunyai banyak musuh?
  4. Kekalahan dan kemenangan hanyalah permainan buah karma. Karenanya, lakukanlah yang terbaik untuk mencapai tujuan, selalu menanam sebab (karma) yang baik, tanpa memikirkan hasilnya. Biarkanlah proses karma berjalan dengan sendirinya. Bila karma baik Anda sudah cukup dan berlimpah, Anda pasti akan mendapat penghargaan (bukan kemenangan).
  5. Buddha bersabda : setiap manusia mempunyai empat kekuatan yang tersembunyi dalam batinnya: kekuatan kemauan, semangat, pikiran dan kesadaran. Gunakanlah semua itu secara optimal dan baik:
a.  Kemauan digunakan ke arah yang baik, seperti kemauan untuk tidak berprasangka buruk / positive thinking akan membawa berkah.
b.  Semangat dan ketekunan digunakan untuk mewujudkan kemauan yang baik dalam bentuk perbuatan nyata, seperti berani bertanya mengenai hal-hal yang belum jelas (perpaduan antara kekuatan kemauan dan semangat akan menimbulkan kepercayaan diri untuk melakukan perbuatan yang nyata).
c.     Gunakan logika untuk menyiasati masalah agar urusan besar menjadi kecil, kecil menjadi tiada.
d.  Gunakan kesadaran untuk menyadari situasi dan kondisi yang nyata. Bedakanlah antara “prasangka buruk” dengan “teliti dan waspada” terhadap perbuatan orang lain, waspada adalah berhati-hati, prasangka buruk adalah memvonis.
Semoga sumbangsih pikiran ini dapat memberikan keberuntungan hidup untuk kita bersama. Namo Amitofo_/I\_
Sumber : Pencerahan Batin oleh Y.A Maha Bhiksu Dutavira Sthavira (Suhu Benny).

Popular Posts