Friday, January 20, 2012
Jiu Niu Yi Mao : Sembilan Sapi Kehilangan Satu Bulu
Bunuh Diri adalah Sia-sia
Pada zaman Dinasti Han, saat Raja Han Wu Di berkuasa, di China bagian utara, ada satu suku yang bernama Xiong Nu. Tentara mereka sering mengacaukan dan membuat masyarakat resah. Mereka sering mengganggu untuk merongrong kewibawaan Raja Han Wu Di.
Karena sudah begitu keterlaluan tingkah laku mereka, Raja pun menugaskan Li Ling, seorang panglima tentara kerajaan untuk mengatasi suku Xiong Nu. Li Ling dan pasukan yang dipimpinnya adalah orang-orang pilihan yang sangat ahli dalam bertempur. Karena itu, begitu mendapat tugas resmi dari Raja, mereka segera menyerang tentara suku Xiong Nu dan mengalahkan mereka. Sebagian yang lari dikejar sampai dapat dan Li Ling sungguh-sungguh menghancurkan kekuatan tentara Xiong Nu. Setelah beberapa waktu, rakyat pun tidak resah lagi.
Raja sangat gembira karena Xiong Nu tidak mengganggu dan meresahkan rakyat lagi. Raja juga kagum akan kehebatan Li Ling dan pasukan yang dipimpinnya. Para menteri pun datang mengucapkan selamat kepda Raja. Mereka terutama mengucapkan selamat atas keputusan Raja memilih Li Ling untuk menghancurkan kekuatan Xiong Nu.
Tanpa diduga, Xiong Nu membangun kekuatan baru dan merancang strategi yang matang untuk menyerang Li Ling dan pasukannya. Mereka pun datang secara tiba-tiba ketika Li Ling dan pasukannya dalam keadaan tidak siap. Tidak berapa lama, pasukan Xiong Nu dapat mengalahkan pasukan Li Ling.
Raja sangat geram dan khawatir mendengar bahwa pasukan andalannya dapat dikalahkan oleh Xiong Nu. Segera ia mengumpulkan para menteri untuk mengadakan rapat khusus. Para menteri yang dulu mengagumi keputusan Raja karena memilih Li Ling kini balik menyesalkan keputusan Raja dan mereka pun mengumpat-umpat Li Ling. “Li Ling itu tidak dapat dipercayai, sudah diberi kekuasaan khusus oleh Raja ternyata sama sekali tidak berdaya. Lagipula begitu mudah dikalahkan, sehingga membuat kerajaan kita dipermalukan. Lebih baik Tuanku Raja membawa seluruh anggota keluarganya ke sini dan dihukum mati satu per satu sebagai imbalannya yang tidak dapat dipercayai. Kita perlu lakukan ini supaya di kemudian hari orang yang dipercayai sungguh-sungguh bertanggung jawab dalam menjaga keamanan negara.”
Di antara para menteri ada pejabat bawahan namanya Si Ma Jian. Si Ma Jian tidak terima dengan usulan itu lalu angkat bicara, “Baginda Raja, pasukan yang dipimpin Li Ling hanya berjumlah lima ribu tentara, sedangkan pasukan Xiong Nu jumlahnya enam belas kali lipat lebih banyak. Jadi, kekalahan adalah hal yang wajar. Lagi pula sebelum kalah, ia sudah membunuh ribuan rentara musuh. Dan, jika tampat ia menyerah, mungkin ia punya strategi lain untuk di kemudian hari benar-benar bisa menumpas musuh. Saya ini teman baik Li Ling, saya kenal dia. Mengatakan bahwa dia tidak berdaya itu tidak adil, apalagi harus membawa seluruh keluarganya dan membunuh mereka satu per satu!” Raja geram terhadap pernyataan itu lalu segera memasukan Si Ma Jian ke dalam penjara.
Pada tahun berikutnya, Xiong Nu menyebarkan berita bahwa Li Ling sudah berlatih serius untuk menjadi tentara andalan Xiong Nu. Berita ini membuat Raja semakin gusar dan ia segera membunuh ibu Li Ling. Lalu Raja juga memanggil Si Ma Jian dan berkata, “Kamu bilang Li Ling pura-pura menyerah, apakah kamu tahu kalau sekarang ia sudah menjadi bagian penting dari tentara musuh?” Raja lalu menjebloskan Si Ma Jian ke dalam penjara yang paling buruk dan disiksa setiap hari. Karena tidak tahan terhadap semua siksaan tersebut maka Si Ma Jian berniat bunuh diri. Namun, segera ia berpikir bahwa ia bukanlah orang penting dalam kerajaan. Jika ia bunuh diri pasti tidak ada pengaruh apa-apa. Jika mati secara demikian, aku seperti sembilan sapi kehilangan satu bulu (jiu niu yi mao), tidak ada artinya. Aku harus melanjutkan hidup dan membuat hidup jauh lebih berarti dan berguna bagi negara ini. Demikianlah ia menahan semua siksaan dalam penjara. Setelah melewati waktu tertentu, ia dibebaskan dan bertekun menggapai sukses. Ia akhirnya menjelma menjadi seorang pemikir yang sangat membantu kerajaan Xi Han.
Di kemudian hari Jiu Niu Yi Mao menjadi sebuah ungkapan China yang terkenal untuk menggambarkan sesuatu yang kurang penting atau tiada guna.
Moral Cerita :
Bunuh diri adalah mati yang tiada guna. Lebih baik berani hidup menghadapi susah daripada mati dengan tidak berarti. Jika orang mau melihat masa depan yang baik, ia tidak boleh mudah menyerah dan putus asa.
Labels:
Dhamma,
Mahayana,
wise stories
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Popular Posts
-
Janganlah berbuat jahat Tanamlah sebanyak-banyaknya kebajikan Sucikan hati dan pikiran Itulah ajaran para Buddha Membunuh dan kar...
-
Pada suatu hari saat Sang Buddha berdiam di Anatapindika Jetavana Arama, pada waktu itu Ananda bertanya : Mengapa nasib /akibat Karma se...
-
Semasa hidup Sang Buddha, kota Savatthi merupakan ibukota kerajaan Kosala yang diperintah oleh Raja Pasenadi Kosala. Beliau, putra Maha ...
-
Sally baru berumur delapan tahun ketika dia mendengar mama dan papa berbicara tentang adik kecilnya, Georgi. Georgi sakit keras dan mereka...
-
Pada suatu hari di sebuah kota kecil di Taiwan, seorang supir taksi yang sedang dalam perjalanan pulang ketika dia mendengar suara menakutka...
-
FYI, trenggiling adalah binatang pemakan serangga, terutama semut dan rayap. Seorang pejabat Tiongkok beserta beberapa kolega, ketika...
-
Lanjut lagi jalan-jalan ke Belitung - Day 3 Dari hari pertama liatnya pantai dan laut, sekarang mari kita jelahahi pesona lain di Pulau B...
-
Sebuah Renungan Motivasi Sumber foto : http://wishesmessages.com/thank-you-messages-for-dad-thank-you-notes-for-father/ Pada detik-de...
-
Saya ingin berbagi cerita pendek yang menurut saya sungguh menyentil sanubari kita, terutama untuk orang Indonesia. Cerita ini saya dap...
-
Alkisah, di suatu daerah terpencil hiduplah seorang ibu & anak gadisnya yang tunggal. Ibu ini sangat bersyukur karena mempunyai an...
Makasih Yaaa ... Holiday season ; fb @ .
ReplyDelete