Pages

Saturday, January 7, 2012

Kisah Petani yang Serakah

Alkisah, seorang petani yang hidup di suatu masa yang punya beratus-ratus hektar tanah datang menghadap Dalai Lama Tibet untuk minta tanah. Ketika bertemu dengan Dalai Lama, sambil berlutut ia minta tanah yang masih terbentang luas di Tibet.
“Berapa yang ingin kamu minta?” tanya Dalai Lama.
Petani tidak langsung memberikan jawaban. Kalau minta terlalu banyak, ia takut tak akan dikasih. Kalau  minta terlalu sedikit, berarti ia menyia-nyiakan peluang besar ini. Karena itu ia balik bertanya, “Berapa banyak tanah yang akan Bapak Suci berikan kepada saya?”
“Sebanyak yang kamu inginkan dengan aturan seperti ini. Siapa pun yang datang ke saya untuk minta tanah, ia akan mendapatkan tanah sebanyak yang bisa ditempuhnya dengan jalan kaki dan harus kembali ke saya sebelum matahari terbenam. Jika tak bisa kembali pada waktu itu, dia akan pulang dengan tangan kosong,” jelas Dalai Lama.
Pada hari yang ditentukan, si petani itu mulai mengambil langkah dengan berlari sekencang mungkin untuk menjelajahi tanah seluas mungkin. Pada perhentian pertama, dia tidak menyadari telah menjelajahi 5 gunung. Ketika melihat gunung yang lebih besar di depannya, ia jadi tergoda untuk menjelajahinya. Pada perhentian kedua, si petani mulai berpikir, “Saya tidak boleh terlalu serakah, tapi di depan saya ada gunung besar. Saya tak boleh menyia-nyiakannya,” katanya.
Hal yang sama ternyata terulang lagi. Semakin banyak gunung yang berhasil dijelajahinya, semakin besar gunung yang terletak di depannya. Ketika teringat aturan Dalai Lama, dengan berat hati ia menempuh jalan pulang. Ia terus melihat ke belakang, ke gunung besar yang dilewatinya. Ia sangat lelah, kehabisan napas dan terengah-engah.
Ketika melihat matahari hampir terbenam, ia mulai panik dan berlari sekencang mungkin menuju kediaman Dalai Lama. Dengan napas tinggal satu-satu, ia menghadap Dalai Lama.
“Oh, kamu sudah kembali. Berapa banyak tanah yang berhasil kamu jelajahi?” tanya Dalai Lama.
Dengan napas terputus-putus, petani itu menjawab, “Tidak... tidak... tidak... terlalu banyak! Tapi... tapi... masih tidak cukup!”
Sebelum melanjutkan kata-katanya, ia menghembuskan napas yang terakhir.
Moral Cerita :
Tao Te Ching mengatakan, “Puas dengan hanya secukupnya mencegah ekstrim. Tahu kapan sudah cukup dan yang hilang akan lebih sedikit. Tahu kapan berhenti dan bahaya akan berkurang.”
Orang bijak paham, kapan cukup artinya cukup.

No comments:

Post a Comment

please leave your comment...^^

Popular Posts